Tidak terasa sudah sepuluh tahun berlalu dan kini menjelang tahun kesebelasku menjalankan profesi sebagai Perencana Produksi (Production Planner) dan Pengendali Persediaan (Inventory Controller). Sebuh peran yang dalam dunia industri populer dengan sebutan PPIC (Production Planning & Inventory Control).
Namun, aku tidak ingin banyak menggunakan istilah PPIC itu disini agar yang aku utarakan tidak terkesan kaku dan teoritikal. Aku akan menyebut peranku ini sebagai Planmaker. Iya, memang sedikit mirip dengan istilah Playmaker dalam permainan sepakbola.
Bagiku, menjadi planmaker itu bisa dibilang serupa dengan peran sebagai playmaker permainan. Kebetulan juga, hobiku memang bermain sepakbola. Bahkan semasa SMP dulu aku sempat bercita-cita menjadi pemain sepakbola profesional.
Playmaker mempunya peran yang sangat krusial dalam sebuah tim. Ia bukanlah goal getter yang tugas utamanya mencetak skor, melainkan lebih kepada mengorganisasi permainan. Kreativitas seorang playmaker akan sangat menentukan hasil akhir pertandingan. Ketika ia bermain dalam performa terbaik maka besar kemungkinan timnya akan memperoleh kemenangan. Begitupun sebaliknya.
Bukan hanya mendukung upaya mencetak goal ke gawang lawan, playmaker juga berperan penting untuk mengondisikan lini-lini lain agar sigap menyesuaikan diri terhadap dinamika yang terjadi dalam permainan. ‘Tetap terorganisir’ adalah kata kunci yang pas untuk menggambarkan keseluruhan peran dari seorang playmaker.
Di dalam peranku sebagai planmaker gambaran secara umumnya hampir sama dengan bagaimana playmaker menjalankan tugas di suatu pertandingan. Keterhubungan antar elemen dalam sebuah industri yang didalamnya membutuhkan keberadaan planmaker menjadi suatu hal yang krusial.
Setiap bagian tidak bisa bertindak sesuai kehendakanya masing-masing. Biarpun sesungguhnya mereka sudah memiliki prosedur standar operasional (SOP), planmaker harus mampu mensinkronkan semua pihak yang terlibat agar organisasi bisa berjalan menuju target yang ditentukan.
Dan itulah yang aku jalani selama hampir sebelas tahun ini.
Tiga tahun lebih menjalani peran sebagai inventory controller dan sisanya menjalani perpaduan peran yang lantas saya sebut sebagai planmaker tadi.
Kalau boleh jujur, profesi ini sebenarnya bukanlah bidang yang benar-benar aku harapkan semasa masih kuliah dulu. Biarpun sebenarnya latar belakang pendidikanku adalah Industrial Engineering dan PPIC merupakan salah satu mata kuliah wajib di kuliahku.
Mengapa aku justru menghindar? Gara-garanya yaitu aku punya teman sekamar di kontrakan semasa kuliah dulu yang kebetulan juga kakak angkatan kuliahku yang waktu itu sudah bekerja sebagai planner di sebuah perusahaan. Saat itu hampir tidak pernah aku menjumpainya pulang kerja dibawah jam delapan malam. Seringnya diatas jam sembilan bahkan pernah juga hingga pukul dua belas malam.
Aku beranggapan bahwa tugasnya pasti sangat kompleks. Bukannya malas berpusing-pusing dengan tugas planner, aku cuma tidak ingin menghabiskan waktu hidupnya lebih banyak di tempat kerja. Di pabrik.
Tapi, ketika aku sudah terjun langsung di pekerjaan aku menyadari bahwa menjadi planmaker itu ternyata cukup menyenangkan. Ada keseruan dalam mengutak-atik perencanaan dan membuat sebuah kalkulasi dengan beberapa skenario dalam waktu bersamaan. Singkat kata, menjadi planmaker membuatku terasah untuk berfikir selangkah atau beberapa langkah lebih maju ketimbang rekan seprofesi yang lain.
Dan setahuku, peran planmaker ini sangatlah vital dalam upaya untuk melakukan scale up sebuah usaha. Dan hal inilah yang ingin aku bagikan dalam berbagai kesempatan mendatang.
Maturnuwun,
Planmaker