Archives August 2023

Perencana Produksi dan Si Kambing Hitam Permasalahan Industri

Jangan berharap tidak bertemu masalah dalam sebuah pekerjaan, karena sebenarnya kita memang dibayar untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah di pekerjaan.” Petuah itu suatu kali diucapkan oleh rekan kerja saya. Dan saya sepakat, bahwa memang demikianlah adanya. Namun, ketika kita seringkali dijadikan kambing hitam persolan akibat aksi gagal prosedur pihak lain maka apakah itu layak? Patutkah hal itu disematkan kepada perencana produksi?

Perencana produksi punya peran krusial, tapi juga rentan jadi kambing hitam persoalan | Ilustrasi gambar : pixabay.com / lukasbieri

Situasi semacam itu sudah beberapa kali terjadi dan saya rasakan dalam peranan sebagai perencana produksi. Terkadang ada rasa diperlakukan tidak adil tatkala kita yang tidak terlibat secara langsung justru harus ikut menanggung getah kesalahan. Hanya karena peranan kita memiliki irisan ataupun sekadar dilewati oleh tugas yang diemban oleh pihak lain.

Semasa di kampus dulu dosen saya pernah mengatakan bahwa fungsi dan peran perencana produksi sangatlah krusial dalam sebuah industri. Bahkan digambarkan bahwa perencanaan produksi merupakan jantung dari industri itu sendiri.

Selayaknya jantung yang punya peran vital sebagai pusat sistem transportasi tubuh manusia, perencana produksi pun memiliki peranan untuk mensinergikan beberapa organ industri yang bertanggung jawab dalam menopang kehidupan industri itu sendiri.

Departemen pengadaan barang, lini produksi, tim penjualan, bagian gudang, dan beberapa pihak lain yang berada dalam ruang organisasi bisnis tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

Ibarat pemegang alat musik yang berbeda-beda, agar bisa menghasilkan alunan musik nan indah perlu adanya komposer handal yang mampu mensinergikan para pengguna instrumen yang berbeda tersebut menjadi satu suara musik yang selaras dan merdu.

Dengan peranan seperti itu maka tidak aneh jika perencana produksi senantiasa dijadikan sasaran kekecewaan atas persoalan yang terjadi.

Padahal, ketika seorang pemain musik dalam orkestra mengalami masalah sumbang pada alat musiknya apakah kesalahan bisa langsung dialamatkan juga kepada sang pemimpin orkestra? Mungkin iya, tapi dengan catatan bahwa sang pemimpin punya kuasa besar dalam mengatur dan mengelola pemain yang bersangkutan.

Sedangkan, kewenangan berkuasa itu tidak sepenuhnya dimiliki oleh perencana produksi mengingat setiap bagian dalam industri umumnya punya “kedaulatan” masing-masing yang pastinya tidak akan senang manakala teritorinya dilampaui.

Ketika ada yang bermasalah di lini produksi apakah seorang perencana produksi bisa memberikan perintah langsung untuk mengatasi masalah tersebut? Bisa saja iya, tapi kecil kemungkinannya. Apalagi jika itu menyangkut masalah teknis di bagian bersangkutan. Dalam hal ini hanya upaya persuasi yang dapat kita lakukan.

Kambing Hitam

Suatu ketika saya dan tim menerima informasi data permintaan forecast (ramalan) dari tim penjualan untuk periode mendatang (bulan depan). Sehingga untuk perangkat material penunjangnya mesti dipersiapkan jauh-jauh hari.

Jika mengacu pada data lead time pengadaan maka persiapan itu harus dilakukan dari saat itu juga ketika informasi permintaan diterima, sehingga akan siap manakala menjelang deadline permintaan tiba bulan berikutnya.

Setelah melalui beberapa kalkulasi matermatis untuk mengkroscek kekurangan kebutuhan beberapa material tertentu, barulah kami mengajukan rencana pengadaan kepada departemen pengadaan untuk diproses.

Singkat cerita, ketika momen bulan berikutnya tiba ternyata forecast tersebut tidak terealisasi. Estimasi permintaan hanya menjadi pepesan kosong yang tidak terlaksana. “Belum ada order.” Demikian tim penjualan berkata-kata.

Sementara itu, pada sisi yang lain pihak supplier sudah mulai gelisah karena pesanan yang kami ajukan kepada mereka tak kunjung diambil. Ditunda-tunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

Otomatis hal itupun menjadi beban inventori di gudang suplier. Dari waktu-ke waktu, minggu ke minggu, dan bulan berganti bulan. Permintaan yang digadang-gadang ada sebagaimana kalkulasi forecast ternyata tak kunjung tiba. Membuat suplier jengah hingga akhirnya memaksa bahwa barang yang kami pesan harus segera diambil.

Karena dalam perjanjian pengadaan memang ada kesepakatan bahwasanya barang harus diambil lunas dalam jangka waktu beberapa bulan, maka ketika batas waktu itu terlewati kamipun tidak bisa berbuat apa-apa untuk melakukan upaya penundaan kedatangan.

Sepintas hal itu merupakan sesuatu yang sepele, namun ketika suplier sudah mengirimkan barang pesanan hal itu membuat argo pembayaran mulai berjalan. Dalam model bisnis Term of Period (TOP) situasi semacam ini sangat riskan menguras kas perusahaan karena barang yang masuk tidaklah produktif alias hanya anteng di gudang penyimpanan saja tanpa memberi andil penciptaan pendapatan. Singkat kata ada stok slow moving / death stock.

Disinilah kambing hitam itu disematkan kepada perencana produksi karena dianggap gagal melakukan kalkulasi pengadaan. Padahal, perencana produksi “hanya” pihak kedua yang menerima informasi dari tim penjualan. Ketika data primernya bermasalah, bukankah bisa dipastikan bahwa data berikutnya akan ikut bermasalah juga?

Tapi, hal itu terkadang diabaikan oleh pihak “berwenang” atau manajemen yang menganggap bahwa itu memang sepenuhnya salah perencana produksi.

Uji Data

Setelah beberapa tahun menjalani situasi yang kurang lebih mirip dalam beberapa kesempatan, saya dan tim perencana produksi menyadari satu hal yakni kita tidak bisa serta merta percaya kepada sumber data tanpa terlebih dahulu melakukan kroscek, verifikasi, dan perbandingan data dengan rekaman informasi yang sudah didokumentasikan dari periode-periode sebelumnya.

Hal ini penting dilakukan terutama jika deviasi data permintaan forecast cukup besar dibandingkan realisasinya. Upaya uji data semacam ini perlu dilakukan oleh perencana produksi terlepas hal itu dilakukan secara formal (memiliki prosedur yang terstandariasi) ataupun non formal dengan harapan bisa meminimalisir risiko “kegagalan” order.

Selain itu, upaya uji data perlu kita lakukan agar kita dapat terhindar dari pengambinghitaman pihak lain.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib, Planmaker

NB : Tulisan ini dipublikasikan juga di kompasiana.com dengan judul : Perencana Produksi, Jantung Industri yang Kerap Menjadi Kambing Hitam Persoalan

Urgensi Menentukan Buffer Stock dan ROP Dinamis

Buffer stock atau stok pengaman dan Re-Order Point (ROP) oleh sebagian kalangan sering dipahami sebagai acuan yang kaku di dalam aktivitas operasional sebuah bisnis. Dengan kata lain, penentuan buffer stock dan ROP hanya dilakukan satu kali saja pada awal penyusunan rencana produksi dan berlaku selamanya tanpa perlu dievaulasi ataupun diperbarui.

Padahal, situasi dan kondisi dalam perjalanan sebuah bisnis sangatlah dinamis. Senantiasa terjadi perubahan setiap periodenya. Terkadang permintaan tinggi, tapi adakalanya rendah. Bisa jadi ada perubahan strategi bisnis, tren pasar, dan lain sebagainya.

Bagaimanapun, situasi semacam itu tidaklah bisa dihindari. Ada sesuatu diluar sana yang berlangsung secara dinamis, misalnya terkait beberapa hal yang sudah diutarakan tadi.

Nilai buffer stock dan ROP perlu dievaluasi secara berkala | Ilustrasi gambar : pixabay.com / StockSnap

Sehingga pelaku bisnis harus memiliki fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang baik terhadap segala perubahan yang ada. Sembari tetap berusaha menjaga agar operasional tetap mengusung prinsip produktif, efektif, dan efisien.

Maka dari itu, mengakomodasi buffer stock dan ROP dinamis bisa menjadi opsi penanggulangan dari situasi yang tidak bisa diprediksi tersebut.

Review Berkala

Situasi yang dinamis perlu dipandang dalam rentang waktu yang tidak terlalu singkat juga tidak terlalu lambat. Sebagai contoh, membaca dinamika permintaan day by day cenderung lebih sukar dilakukan karena dinamikanya terlalu tinggi. Sebaliknya, jika rentang waktu terlalu jauh maka dikhawatirkan gagal memotret tren yang terjadi saat itu.

Dalam hal ini kita bisa menjadikan periode triwulan untuk analisa dinamika permintaan guna menentukan nilai buffer stock dan ROP yang ada. Baik itu untuk buffer stock dan ROP untuk produk akhir ataupun terhadap material dari produk tersebut.

Untuk perbandingan, saya biasanya menggunakan data tiga bulan terakhir untuk me-review situasi permintaan dan juga penggunaan material. Dan itu dilakukan secara rutin setiap bulan. Jadi, kita selalu memperbarui data tiga bulan terakhir ke belakang untuk memetakan dinamika yang terjadi kala itu.

Biasanya, akan selalu terjadi pergeseran di dalam nilai buffer stock dan ROP. Namun, perubahan itu umumnya kecil dan tidak langsung menampakkan perbedaan drastis dari periode sekarang dan periode sebelumnya. Dengan demikian perubahan tidak terjadi secara dramatis.

Perlu diketahui bahwa perubahan yang drastis dalam penentuan nilai buffer stock serta ROP ini bisa memicu lahirnya masalah baru. Contohnya, ketika biasanya kita melakukan order ke suplier dalam jumlah X dan tiba-tiba di bulan berikutnya turun atau naik drastis menjadi seperempatnya atau empat kali lipatnya tentu hal itu akan membuat pihak suplier kelabakan.

Kok tiba-tiba turun drastis ?”, “Kok tiba-tiba naik pesat?”.

Kalau sekedar dicereweti mungkin tidak jadi soal. Tapi bagaimana jika mereka sudah menyiapkan stok dalam jumlah besar sementara kita membuat kondisi stok kita terjun bebas. Atau sebaliknya.

Ketidakpastian adalah tantangan terbesar dalam membuat rencana produksi. Sehingga untuk mengantisipasinya dibuatkan buffer stock dan ROP guna meminimalkan risiko fluktuasi.

Ketika buffer stock dan ROP dirancang untuk turut bergerak secara dinamis maka hal itu akan sangat membantu kelancaran rencana produksi sehingga potensi downtime dan inefisiensi dapat dihindari.

Kecepatan Respon

Salah satu manfaat besar yang didapatkan dari penentuan buffer stock dan ROP yang dinamis adalah meningkatkan service level terhadap konsumen. Respon yang diberikan akan lebih cepat seiring persiapan yang lebih baik karena telah mengikuti perkembangan dari waktu ke waktu.

Bisnis yang paling bisa eksis di era persaingan seperti sekarang adalah mereka yang peka terhadap dinamika yang terjadi. Dan dengan menggunakan tools berupa buffer stock dan ROP hal itu setidak-tidaknya menjadikan kita selangkah lebih baik daripada pelaku bisnis lain yang kaku dan lambat menyikapi perubahan.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib, Planmaker

Jebakan Data Historis dalam Membuat Rencana Produksi

Peran data historis dalam penyusunan rencana produksi sangatlah krusial untuk menentukan hasil akhir dari rencana produksi. Tepat tidaknya rencana produksi akan sangat ditentukan oleh input-an data awalnya. Jika sudah salah diawal maka bisa besar dampaknya kebelakang.

Data historis berperan besar dalam menyususn rencana produksi, tapi tetap butuh kroscek | Ilustrasi gambar : pixabay.com / PhotoMIX-Company

Di dalam lingkungan korporasi yang sudah mapan pembagian peran dan tugasnya, planner atau bagian perencana produksi umumnya mendapatkan input-an order dari bagian pemasaran. Data itu bisa berupa proyeksi yang mempertimbangan situasi dan kondisi sekitar, maupun dari adjustment terhadap data historis penjualan beberapa periode waktu terakhir.

Memang harus diakui bahwa data historis bisa menjadi panduan yang handal untuk memperkirakan besaran order di waktu-waktu mendatang. Deviasinya mungkin tidak terlalu besar jika dipergunakan sebagai acuan.

Maka tidak mengherankan apabila metode peramalan permintaan (forecasting) senantiasa menjadikan data historis sebagai panduan. Meskipun teknis pendekatannya cukup berbeda satu dengan yang lain (metode moving average, regresi linier, dan sebagainya), semua pendekatan tersebut sama-sama mempergunakan data historis sebagai rujukan perhitungan.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan yang diutarakan oleh salah seorang direktur sales di tempat saya bertugas sebagai planner yakni bahwasanya tren sales itu cenderung “halus”. Dengan kata lain, tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu frontal antara periode sekarang dengan periode sebelumnya atau antara periode sekarang dengan periode berikutnya.

Jika permintaan naik maka naiknya perlahan, dan kalaupun turun terjadinya juga perlahan.

Apabila sampai terjadi perubahan yang drastis biasanya disebabkan oleh sesuatu yang “tidak biasa”. Hal ini pernah saya alami beberapa kali dimana terjadi peningkatan permintaan secara drastis di salah satu bulan tertentu.

Ternyata itu disebabkan oleh adanya even penjualan seperti pameran, promo, dan sejenisnya di bulan tersebut. Sehingga membuat seolah-olah terjadi peningkatan permintaan secara drastis padahal belum tentu demikian.

Urgensi Kroscek

Kondisi semacam ini apabila tidak diperhatikan akan membuat kitasalah paham. Dikira permintaan melonjak sehingga jumlah stok barang ditingkatkan, belanja material ditambah, tenaga karja ditambah, dan seterusnya. Padahal peningkatan itu hanyalah semu.

Data historis bisa menjadi jebakan yang merugikan apabila tidak dikorek secara komprehensif. Tidak bisa kita begitu saja langsung percaya terhadap tran data yang menunjukkan gelagat tidak seperti biasanya.

Justru sebagai planner harus kritis manakala anomali semacam itu terjadi. Memerika kembali apakah tren peningkatan atau penurunan drastis tersebut berulang di periode yang lain atau hanya di periode tertentu saja.

Hal ini sangat mungkin terjadi, terlebih ketika sebagai planner kita hanya mengandalkan satu sumber data saja. Setidaknya perlu adanya second opinion untuk mengonfirmasi apakah tren yang terjadi memang hal yang wajar atau sebaliknya merupakan suatu keanehan.

Sebagai planner kita memang harus mendasarkan penyusunan rencana produksi terhadap data historis. Namun, bukan berarti hal itu membuat kita pasrah bongkokan dan menerima apapun data yang disajikan.

Adakalanya kita perlu menaruh kecurigaan terhadap data yang kita terima. Apapun bentuknya. Karena hal itu akan sangat menentukan sejauh mana bisnis diuntungkan atau dirugikan oleh rencana produksi yang kita buat.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib

Antara Marketing dan  Production Planning untuk Bisnis Sustain

Marketing merupakan ujung tombak bagi sebuah bisnis, sepakat? Dan sepertinya hal itu memang tidak perlu disangkal. Tanpa marketing, kecil kemungkinan bisnis akan meraih penghasilan. Tanpa penghasilan, bisnis tidak akan bisa dilanjutkan. Betul ? Jika tanpa production planning ?

Mengingat begitu vitalnya peran marketing bagi bisnis maka tidak sedikit pelatihan, seminar, ataupun pendidikan kilat yang menawarkan strategi khusus mengelola ranah ini. Dengan iming-iming besar bahwa penjualan akan melesat dan omset meningkat pesat.

Marketing dan production planning harus disinergikan untuk menciptakan bisnis yang sustain | Ilustrasi gambar : pixabay.com / Campaign_Creators

Tips dan kiat khusus diperagakan untuk menyasar setiap target yang ditetapkan dalam berbagai metode ajar. Mulai dari mengenali karakteristik psikologi manusia sebagai elemen utama pasar, sampai dengan penggunaan alat bantu teknologi guna memaksimalkan strategi pra dan purna jual.

Apabila kuantitas penjualan bisa ditingkatkan dari pencapaian sebelumnya maka itu merupakan pertanda bahwa upaya  yang ditempuh telah membuahkan hasil. Semakin pesat peningkatannya maka semakin baik.

Jumlah konsumen bertambah. Repeat order meningkat. Jumlah reseller berlipat-lipat. Singkat kata, upaya marketing telah mencapai tujuan awalnya.

Tapi, tunggu dulu. Dari semua omset penjualan yang didapatkan, berapa persennya yang bisa dikonversi menjadi keuntungan bersih? Berapa besar beban biaya yang mesti ditanggung dari total pendapatan bisnis pada kurun waktu tertentu?

Kita semua sepakat bahwa bisnis dibangun tidak hanya untuk bertahan satu hari saja, satu tahun saja, atau beberapa tahun saja. Melainkan selama mungkin. Bahkan kalau bisa hingga lintas generasi secara turun-temurun.

Agar hal itu dapat terlaksana tentu setiap unit bisnis harus memiliki kemampuan untuk bertahan mengarungi persaingan melintasi tantangan zaman. Dengan kata lain, bisnis harus sustain.

Merencanakan Beban Biaya

Salah satu potensi ancaman yang dapat menggerus potensi profit dari sebuah bisnis adalah beban biaya yang tak terkendali. Agar ancaman tersebut tidak sampai terjadi maka kita perlu melakukan langkah antisipasi.

Sebagaimana kita tahu bahwa cara terbaik untuk mengendalikan masa depan adalah dengan merencanakannya. Apa yang hendak diperbuat dalam bisnis haruslah melalui perencanaan yang matang. Bukan langkah sembrono yang tidak ditelaah dampak risikonya.

Sama halnya dengan aspek beban biaya pun juga perlu dibuatkan rencana yang memadai. Baik itu rencana biaya dalam artian alokasi pembiayaan untuk keseluruhan aktivitas bisnis ataupun yang secara spesifik menyasar ranah operasional sebagai penopang utama dalam menghasilkan produk.

Dalam hal ini kita akan coba membatasi ruang lingkupnya pada tataran aktivitas operasionalnya dulu dan bagaimana peran rencana produksi atau perencanaan produksi (production planning) dalam mengefisiensikan beban biaya inti.

Rencana produksi memang tidak secara langsung membuatkan kalkulasi beban biaya yang harus ditanggung sebuah bisnis. Hanya saja, rencana produksi akan cukup berperan dalam mengatur aktivitas produksi sehingga lebih ramah terhadap pembiayaan.

Semakin baik rencana produksi dirumuskan maka eksekusinya akan semakin mudah guna mencapai target operasional dari sisi ketepatan waktu produksi serta efisiensi biaya produksi. Demikian pula sebaliknya.

Harmoni Operasional

Dalam sejarah awal berdirinya McDonald (McD), speedy system menjadi kunci dari cara kerja restoran cepat saji ini melayani pelanggan. Speedy system  melahirkan sebuah harmoni kerjasama antar bagian di dapur yang membuat burger, kentang goreng, dan milkshake sehingga memungkinkan produk tersebut langsung tersedia untuk pelanggan tidak sampai satu menit sejak pesanan dilakukan.

Situasi serupa bisa menjadi gambaran tentang peran production planning yang memungkinkan terjadi harmoni kerja antar beberapa bagian yang turut menopang penciptaan sebuah produk sehingga berjalan secara selaras, efektif, dan efisien.

Harmoni operasional semacam inilah yang secara tidak langsung menjadikan beban biaya bisa ditekan seiring optimalisasi proses berhasil dilakukan, downtime berhasil ditekan.

Antara “marketing” dan “production planning” ternyata harus saling berkolaborasi satu dengan yang lain supaya tujuan besar bisnis untuk mengoptimalkan raihan profit dapat tercapai secara optimal.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib

NB : Anda juga bisa menemukan tulisan kami yang lainnya disini.

Cuma Satu Jenis Produk, Perlukah Dibuatkan Rencana Produksi ?

Buat apa sih repot-repot bikin rencana produksi? Lagian, produk usaha saya cuma satu jenis saja kok, memangnya masih perlu ya dibuatkan rencana produksinya ?

Jangan-jangan pemikiran seperti itu yang kini melayang di benak Anda. Betul?

Rencana produksi untuk satu jenis produk tetap penting bagi efisiensi bisnis | Ilustrasi gambar : pixabay.com / Pexels

Sah-sah saja anggapan seperti itu muncul karena pada umumnya memang rencana produksi dibuatkan untuk mendapatkan titik ideal aktivitas operasional dari beberapa item produk yang menunggu untuk dikerjakan.

Hanya saja perlu kita ingat disini bahwa rencana produksi bukanlah semata tentang banyak atau sedikitnya produk, melainkan tentang bagaimana sebuah proses produksi harus berjalan secara efisien dan tepat waktu.

Katakanlah setiap hari usaha yang Anda miliki mendapatkan pesanan dari konsumen sejumlah sekitar 10 unit produk. Apakah Anda akan melakukan produksi secara rutin setiap hari sejumlah 10 unit padahal kapasitas peralatan yang Anda punya untuk menghasilkan produk bisa mencapai 100 unit per hari?

Perencanaan produksi akan sangat membantu kita dalam memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki agar optimal dalam penggunaan. Dengan begitu maka utilisasinya akan meningkat, efisiensi membaik, produktivitas bertambah, hingga biaya operasional pun bisa ditekan.

Ujung-ujungnya akan berdampak pada perolehan profit usaha. Karena seiring makin kecilnya cost operasional hal itu akan secara langsung meningkatkan profit usaha yang didapat. Right ?

Memetakan Permintaan

Salah satu hal yang paling sukar dipastikan dalam jalannya sebuah bisnis adalah permintaan pelanggan. Adakalanya permintaan tinggi, tapi tidak jarang nihil.

Bagaimanapun juga peran tim pemasaran sangatlah penting untuk menjaga kontinyuitas permintaan produk dari bisnis yang kita miliki, terlepas peran pemasaran tersebut kita lakukan sendiri ataupun ada tim khusus yang mengeksekusinya.

Beberapa produk yang tidak memungkinkan untuk diberlakukan sistem stok karena risikonya yang tinggi tentu harus dibarengi dengan rencana produksi yang selaras dengan hal itu. Begitupun sebaliknya manakala kita memiliki produk yang tingkat kontinyuitas permintaannya tinggi sehingga ada kesan “haram” untuk terjadi kekosongan stok.

Karakteristik permintaan semacam inilah yang perlu dipetakan agar aktivitas operasional bisa turut menyesuaian. Dengan kata lain, rencana produksi seperti apa yang akan dijalankan sangat bergantung pada hasil pemetaan yang kita lakukan terhadap karakteristik permintaan produk kita.

Sekadar informasi, ada beberapa karakteristik permintaan seperti Make to Stock (MTS), Make to Order (MTO), Assembly to Order (ATO), hingga Engineer to Order (ETO). Anda bisa menemukan banyak referensi terkait hal ini dan sekaligus menjadi wawasan berharga dalam mengelola rencana produksi operasional bisnis Anda kedepan.

Efisiensi dan Delivery

Efisiensi terkadang sering diabaikan oleh para pelaku usaha yang masih berkutat dengan upaya meningkatkan penjualan. Tidak peduli lini operasional babak belur asalkan bisa memenuhi sebanyak mungkin permintaan. Mendapatkan sebanyak mungkin penjualan.

Sehingga tidak sedikit dari pelaku bisnis itu yang terjebak pada kebiasaan tahu bulat. Yakni serba dadakan. Jikalau segala atribut penunjang siap mungkin tidak jadi soal, karena ketika ada permintaan tinggal langsung eksekusi.

Namun, ketika tidak ada persiapan samasekali maka proses pemenuhannya akan berlangsung lebih lama dan lebih panjang karena harus memulai semuanya dari nol.

Jadi, apakah semuanya mesti terencana dan tidak boleh ada permintaan secara mendadak? Tentu tidak seperti itu. Bagaimanapun juga permintaan dari konsumen adalah yang paling utama dan terpenting untuk menunjang eksistensi sebuah bisnis.

Keberadaan rencana produksi justru untuk meringankan beban itu. Mengupayakan setiap permintaan terpenuhi sesuai waktu yang diminta (on time delivery), namun disisi lain juga menjaga agar beban biaya tidak sampai boncos gegara operasional yang tidak efisien.

Dengan kata lain, rencana produksi tetap diperlukan biarpun sebuah bisnis hanya memiliki satu jenis produk saja. Harapannya adalah setiap permintaan dapat terpenuhi tepat waktu dengan biaya yang seefisien mungkin.

Bukankah itu akan baik untuk bisnis?

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib

Tips Membuat Kalkulasi ROP Sederhana Menggunakan Ms. Excel

Re-Order Point (ROP)atau secara harfiah bisa kita maknai sebagai titik pemesanan ulang merupakan sebuah petunjuk jumlah yang memungkinkan kita untuk tahu kapan saat yang paling ideal untuk melakukan proses pengadaan/pemesanan ulang melalui kalkulasi ROP.

Hal ini dimaksudkan agar tidak sampai terjadi penumpukan stok yang berlebihan di ruang penyimpanan sekaligus juga mengantisipasi agar tidak sampai kehabisan. Dengan kata lain, tepat jumlah tepat waktu.

Kalkulasi ROP cukup menentukan keberlanjutan bisnis | Ilustrasi gambar : pixabay.com / Firmbee

ROP sekilas mungkin tampak terlalu formal dan textbook sekali untuk dipraktikkan dalam sebuah operasional usaha, khususnya di unit bisnis kecil atau UMKM. Namun, kita tidak perlu ambil pusing karena bagaimanapun yang terpenting adalah fungsinya dalam menunjang efektivitas serta produktivitas bisnis.

Barangkali tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa untuk membuat kalkulasi ROP itu memerlukan biaya tinggi serta proses perhitungan yang rumit. Padahal sebenarnya tidaklah seperti itu. Bisa dibilang untuk membuat kalkulasi ROP ini sangatlah sederhana.

Cukup bermodalkan pengetahuan TaKuBaKa (Tambah Kurang Bagi Kali) sudah bisa untuk membuat kalkulasi ROP untuk mendukung operasional bisnis Anda.

Memahami Alur

Sebelum menuju ranah yang lebih teknis dan detail amatlah penting kiranya untuk memahami alur dari prosesi ROP itu sendiri. Biarpun secara umum basic-nya sama, akan tetapi penerapan ROP  cenderung menyesuaikan karakteristik dari masing-masing bisnis.

Perlau dicatat bahwa ROP tidak melulu hanya berfokus pada penyiapan dan pemenuhan atribut produk, akan tetapi juga bisa dijalankan untuk melakukan kontrol terhadap satuan unit barang, peralatan, ataupun perlengkapan tertentu yang memang membutuhkan sirkulasi secara berkala.

Secara garis besar, pergerakan dari sebuah unit barang akan mendasari diberlakukannya mekanisme ROP. Ketika barang tidak mengalami pergerakan maka ROP tidak dapat dilangsungkan.

Kita ambil contoh penggunaan kantong plastik di sebuah industri pengemasan kerupuk. Ketika kantong plastik dipergunakan untuk membungkus kerupuk dan kemudian dijual ke pelanggan, banyaknya jumlah penjualan tentu akan sangat mempengaruhi ketersediaan kantong plastik yang dipakai untuk mengemas kerupuk tersebut.

Semakin laris penjualan maka akan semakin cepat habis stok kantong plastiknya. Begitupun sebaliknya. Dalam hal inilah ROP diperlukan untuk memastikan ketersediaan stok plastik agar senantiasa terjaga dalam level yang tepat. Tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, apalagi sampai kehabisan.

Lebih lanjut, level stok tersebut sangat mungkin berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung keadaan, yang dalam hal ini adalah tren penjualan kerupuk. Ketika tren melambat maka rentang waktu ROP bisa semakin lama. Sebaliknya, ketika tren menanjak maka ROP bisa semakin cepat.

Apabila sebuah bisnis mengelola beberapa jenis produk sekaligus maka ROP yang dimiliki oleh setiap unit barang penopangnya bisa jadi bervariasi dan berbeda-beda satu dengan yang lain. Misalnya kantong plastik ROP-nya sekian ratus PCS, ROP minyak goreng sekian puluh liter, dan seterusnya.

Memahami alur proses menjadi bagian penting dalam membuat kalkulasi ROP | Ilustrasi gambar : pixabay.com / geralt

Sehingga mendokumentasikan setiap aktivitas yang berkaitan dengan lalu lintas barang ataupun produk menjadi sangat krusial karena dari situlah semua bermula.

Jumlah pemakaian atau pengeluaran barang dalam kurun waktu tertentu akan menjadi landasan untuk menentukan pada titik stok keberapa pemesanan ulang perlu dilakukan. Disamping itu, jumlah yang akan dipesan perlu juga mendapatkan perhatian karena hal itu akan berpengaruh besar terhadap daya tahan stok yang dimiliki.

Dalam menentukan jumlah pemesanan ini yang perlu diperhatikan adalah jeda waktu kesanggupan pemenuhan pesanan kita sampai dengan pesanan datang dan siap dipergunakan untuk menunjang operasional usaha. Dan sekali lagi, disini jumlahnya sangat mungkin bervariasi.

Penggunaan Ms. Excel

Seperti sudah disampaikan sebelumnya bahwa membuat kalkulasi ROP tidak butuh biaya besar. Bahkan bisa dibilang gratis asalkan sudah ada komputer atau laptop yang diperlengkapi program sejenis Microsoft Excel (Ms. Excel).

Tentunya sudah ada cukup banyak di luaran sana penyedia program atau aplikasi dengan tujuan serupa. Umumnya mempergunakan sistem berlangganan bulanan dan sudah paket lengkap sebagai satu kesatuan ERP System.

Untuk perusahaan yang sudah cukup stabil operasionalnya barangkali merogoh kocek untuk menggunakan layanan tersebut jelas tidak jadi soal. Tapi, bagi kelompok usaha yang masih belum memiliki stabilitas semacam itu tentu harus berfikir berulang-ulang.

Padahal, memiliki dukungan sistem sejenis ROP ini sangatlah krusial untuk pengelolaan bisnis. Terbukti ada cukup banyak lini usaha yang tidak berkembang gegara gagal mengelola operasional usahanya secara tepat dan layak.

Maka, dengan bantuan aplikasi Ms Excel diharapkan bisa menjadi solusi jangka pendek yang memungkinan siapapun pelaku usaha tetap bisa mempersiapkan sistem tata kelola yang lebih berkualitas biarpun berjalan ditengah keterbatasan.

Tips Membuat Kalkulasi ROP

Untuk membuat kalkulasi ROP beberapa hal berikut penting untuk diperhatikan agar supaya hasil rancangan benar-benar mampu memotret situasi dan kondisi yang sebenarnya.

#1. Data Pergerakan Barang

Bisa berupa data penjualan, pemakaian, pengeluaran, dan sejenisnya yang menjadi sebab berkurangnya stok barang di ruang penyimpanan. Agar ROP menjadi representatif maka beberapa data tersebut harus dipersiapkan.

#2. Jangka Waktu Pengadaan

Kita perlu tahu berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pemesanan ulang sampai dengan barang yang dipesan tersebut siap dipergunakan. Hal ini dimaksudkan agar tidak sampai terjadi kekosongan stok manakala barang pesanan sedang dalam perjalanan atau terlalu cepat memesan padahal stok barang masih banyak.

#3. Daya Tampung Ruang Penyimpanan

Semakin banyak variasi barang yang dipergunakan untuk menunjang operasional usaha maka menjadi penting untuk memperkirakan daya tampung ruang penyimpanan yang ada. Jangan sampai dengan kapasitas ruang yang terbatas justru memesan barang dalam jumlah melebihi daya tampung. Ruang yang ada perlu dibagi-bagi secara proporsional berdasarkan kebutuhan.

#4. Memberikan Identitas atau Kode Barang

Memberdayakan aplikasi atau program Ms Excel akan optimal dilakukan manakala mempergunakan kode atau identitas untuk mengoneksikan setiap basis data. Dengan kata lain, setiap jenis barang yang dipergunakan untuk operasional pekerjaan harus memiliki identitas yang jelas sehingga lebih mudah dirumuskan dalam program.

#5. Uji dan Simulasi

Apabila kalkulasi ROP sudah selesai dibuat jangan terburu-buru untuk langsung menjadikannya sebagai acuan. Lakukan pengujian dan pemeriksaan terlebih dahulu apakah hasilnya cukup mendekati kenyataan atau tidak.

Sebuah tanda bahwa kalkulasi ROP sudah merepresentasikan keadaan sebenarnya yaitu dengan melihat efek yang ditimbulkan oleh kalkulasi tersebut. Apakah justru sering terjadi kekosongan stok barang, penumpukan, atau sudah terjadi keseimbangan stok baik yang masuk maupun yang keluar.

Jika yang terjadi adalah kekosongan atau penumpukan maka itu mengindikasikan bahwa kalkulasi ROP kita masih perlu diperbaiki. Sedangkan jika sudah terjadi keseimbangan maka kalkulasi ROP yang dibuat sudah cukup merepresentasikan kondisi di lapangan.

***

Bay the way, kok tidak ada urut-urutan dan penjelasan detail terkait pembuatan perhitungannya di program Ms Excel ya?

Saya mohon maaf, karena untuk membuat penjelasan tersebut akan sangat panjang. Sehingga kurang praktis dilakukan manakala dijabarkan lewat kata-kata tulisan.

Jika memang butuh saran masukan bisa langung kontak saja sehingga diskusi bisa lebih mendalam.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib

Strategi Menyusun Sequence Penjadwalan Produksi

Penjadwalan produksi adalah tahap terpenting didalam membuat rencana produksi. Disinilah perintah memulai proses produksi dirilis. Produk-produk yang berada dalam list penjadwalan akan dieksekusi sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Kapan produksi dimulai dan kapan produksi selesai.

Sequence Penjadwalan Produksi jadi kunci kemajuan bisnis|Ilustrasi gambar : pixabay.com / VOyager

Di tengah situasi dan kondisi ada cukup banyak varian produk yang mesti dikelola jadwal produksinya, kita tidak boleh begitu saja menentukan produk yang akan dijalankan terlebih dulu dan mana yang dioperasikan kemudian.

Terdapat pijakan untuk memilih produk mana yang harus lebih diprioritaskan produksi dibandingkan item produk yang lainnya.

Secara umum ada tiga acuan yang menjadi landasan dalam penentuan urutan penjadwalan produksi ini, yaitu :

First Come Firt Service (FCFS)

Order yang pertama kali diterima akan menempati urutan pertama daftar penjadwalan produksi. Tidak peduli item tersebut dibutuhkan kapan, ia tetap menempati urutan prioritas seiring waktu masuknya sebagai pesanan pertama.

Shortest Processing Time (STP)

Dalam hal ini produk dengan waktu proses tercepat akan didahulukan ketimbang produk lain yang membutuhkan waktu proses lebih lama. Sehingga, pesanan yang datang paling awal belum tentu menempati daftar jadwal produksi pertama jikalau durasi waktu prosesnya lebih lama daripada item yang lain.

Jika menilik pada teori antrian, STP ini bisa dibilang selaras dengan konsep tersebut dimana aktivitas-aktivitas yang memerlukan waktu proses paling singkat ditaruh pada urutan awal sehingga memungkinkan untuk menuntaskan lebih banyak pekerjaan dalam kurun waktu yang kurang lebih sama.

Apabila orientasi dari sebuah penjadwalan produksi memang dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan ketepatan waktu pengiriman (on-time delivery) produk kepada pelanggan, dua acuan ini (FCFS dan STP) masih riskan gagal memenuhi target.

Earliest Due Date (EDD)

Penjadwalan produksi disusun prioritasnya berdasarkan deadline masing-masing produk.

Produk dengan deadline pengiriman tercepat akan diprioritaskan menempati urutan pertama dalam jadwal produksi. Sehingga dalam hal ini produk-produk yang datang paling awal ataupun paling akhir bisa saja menempati awal pada penjadwalan tergantung deadline yang dimiliki.

Apabila ada suatu kondisi dimana deadline beberapa jenis produk terjadi pada kurun waktu yang sama maka STP harus turut dipertimbangkan. Dengan demikian produk dengan waktu proses tercepatlah yang dijadwalkan pertama kali. Metode ini disebut dengan Modified Earliest Due Date (MODD).

Pada dasarnya untuk menyusun jadwal produksi perlu adanya acuan tertentu guna memastikan urutan yang disusun benar-benar memberikan hasil optimal didalam proses produksi. Dalam artian urutan mana yang paling menguntungkan bagi bisnis itulah yang diutamakan. Bagaimanapun juga waktu adalah yang utama dalam sebuah pelayanan.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib