“Jangan berharap tidak bertemu masalah dalam sebuah pekerjaan, karena sebenarnya kita memang dibayar untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah di pekerjaan.” Petuah itu suatu kali diucapkan oleh rekan kerja saya. Dan saya sepakat, bahwa memang demikianlah adanya. Namun, ketika kita seringkali dijadikan kambing hitam persolan akibat aksi gagal prosedur pihak lain maka apakah itu layak? Patutkah hal itu disematkan kepada perencana produksi?
Situasi semacam itu sudah beberapa kali terjadi dan saya rasakan dalam peranan sebagai perencana produksi. Terkadang ada rasa diperlakukan tidak adil tatkala kita yang tidak terlibat secara langsung justru harus ikut menanggung getah kesalahan. Hanya karena peranan kita memiliki irisan ataupun sekadar dilewati oleh tugas yang diemban oleh pihak lain.
Semasa di kampus dulu dosen saya pernah mengatakan bahwa fungsi dan peran perencana produksi sangatlah krusial dalam sebuah industri. Bahkan digambarkan bahwa perencanaan produksi merupakan jantung dari industri itu sendiri.
Selayaknya jantung yang punya peran vital sebagai pusat sistem transportasi tubuh manusia, perencana produksi pun memiliki peranan untuk mensinergikan beberapa organ industri yang bertanggung jawab dalam menopang kehidupan industri itu sendiri.
Departemen pengadaan barang, lini produksi, tim penjualan, bagian gudang, dan beberapa pihak lain yang berada dalam ruang organisasi bisnis tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Ibarat pemegang alat musik yang berbeda-beda, agar bisa menghasilkan alunan musik nan indah perlu adanya komposer handal yang mampu mensinergikan para pengguna instrumen yang berbeda tersebut menjadi satu suara musik yang selaras dan merdu.
Dengan peranan seperti itu maka tidak aneh jika perencana produksi senantiasa dijadikan sasaran kekecewaan atas persoalan yang terjadi.
Padahal, ketika seorang pemain musik dalam orkestra mengalami masalah sumbang pada alat musiknya apakah kesalahan bisa langsung dialamatkan juga kepada sang pemimpin orkestra? Mungkin iya, tapi dengan catatan bahwa sang pemimpin punya kuasa besar dalam mengatur dan mengelola pemain yang bersangkutan.
Sedangkan, kewenangan berkuasa itu tidak sepenuhnya dimiliki oleh perencana produksi mengingat setiap bagian dalam industri umumnya punya “kedaulatan” masing-masing yang pastinya tidak akan senang manakala teritorinya dilampaui.
Ketika ada yang bermasalah di lini produksi apakah seorang perencana produksi bisa memberikan perintah langsung untuk mengatasi masalah tersebut? Bisa saja iya, tapi kecil kemungkinannya. Apalagi jika itu menyangkut masalah teknis di bagian bersangkutan. Dalam hal ini hanya upaya persuasi yang dapat kita lakukan.
Kambing Hitam
Suatu ketika saya dan tim menerima informasi data permintaan forecast (ramalan) dari tim penjualan untuk periode mendatang (bulan depan). Sehingga untuk perangkat material penunjangnya mesti dipersiapkan jauh-jauh hari.
Jika mengacu pada data lead time pengadaan maka persiapan itu harus dilakukan dari saat itu juga ketika informasi permintaan diterima, sehingga akan siap manakala menjelang deadline permintaan tiba bulan berikutnya.
Setelah melalui beberapa kalkulasi matermatis untuk mengkroscek kekurangan kebutuhan beberapa material tertentu, barulah kami mengajukan rencana pengadaan kepada departemen pengadaan untuk diproses.
Singkat cerita, ketika momen bulan berikutnya tiba ternyata forecast tersebut tidak terealisasi. Estimasi permintaan hanya menjadi pepesan kosong yang tidak terlaksana. “Belum ada order.” Demikian tim penjualan berkata-kata.
Sementara itu, pada sisi yang lain pihak supplier sudah mulai gelisah karena pesanan yang kami ajukan kepada mereka tak kunjung diambil. Ditunda-tunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Otomatis hal itupun menjadi beban inventori di gudang suplier. Dari waktu-ke waktu, minggu ke minggu, dan bulan berganti bulan. Permintaan yang digadang-gadang ada sebagaimana kalkulasi forecast ternyata tak kunjung tiba. Membuat suplier jengah hingga akhirnya memaksa bahwa barang yang kami pesan harus segera diambil.
Karena dalam perjanjian pengadaan memang ada kesepakatan bahwasanya barang harus diambil lunas dalam jangka waktu beberapa bulan, maka ketika batas waktu itu terlewati kamipun tidak bisa berbuat apa-apa untuk melakukan upaya penundaan kedatangan.
Sepintas hal itu merupakan sesuatu yang sepele, namun ketika suplier sudah mengirimkan barang pesanan hal itu membuat argo pembayaran mulai berjalan. Dalam model bisnis Term of Period (TOP) situasi semacam ini sangat riskan menguras kas perusahaan karena barang yang masuk tidaklah produktif alias hanya anteng di gudang penyimpanan saja tanpa memberi andil penciptaan pendapatan. Singkat kata ada stok slow moving / death stock.
Disinilah kambing hitam itu disematkan kepada perencana produksi karena dianggap gagal melakukan kalkulasi pengadaan. Padahal, perencana produksi “hanya” pihak kedua yang menerima informasi dari tim penjualan. Ketika data primernya bermasalah, bukankah bisa dipastikan bahwa data berikutnya akan ikut bermasalah juga?
Tapi, hal itu terkadang diabaikan oleh pihak “berwenang” atau manajemen yang menganggap bahwa itu memang sepenuhnya salah perencana produksi.
Uji Data
Setelah beberapa tahun menjalani situasi yang kurang lebih mirip dalam beberapa kesempatan, saya dan tim perencana produksi menyadari satu hal yakni kita tidak bisa serta merta percaya kepada sumber data tanpa terlebih dahulu melakukan kroscek, verifikasi, dan perbandingan data dengan rekaman informasi yang sudah didokumentasikan dari periode-periode sebelumnya.
Hal ini penting dilakukan terutama jika deviasi data permintaan forecast cukup besar dibandingkan realisasinya. Upaya uji data semacam ini perlu dilakukan oleh perencana produksi terlepas hal itu dilakukan secara formal (memiliki prosedur yang terstandariasi) ataupun non formal dengan harapan bisa meminimalisir risiko “kegagalan” order.
Selain itu, upaya uji data perlu kita lakukan agar kita dapat terhindar dari pengambinghitaman pihak lain.
Maturnuwun.
Agil Septiyan Habib, Planmaker
NB : Tulisan ini dipublikasikan juga di kompasiana.com dengan judul : Perencana Produksi, Jantung Industri yang Kerap Menjadi Kambing Hitam Persoalan