Bos besar sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Rupa-rupanya ramalan bahwa tahun 2023 akan terjadi resesi benar-benar membuatnya lebih kritis belakangan ini untuk memelototi setiap potensi pembiayaan di operasional usaha miliknya. Imbas dampak resesi tak ayal segenap jajaran anakbuahnya pun mulai kelimpungan untuk menerjemahkan instruksi dari bos besar kali ini.
Para direktur mulai merasakan tekanan tinggi dari bos besar. Begitupun dengan para General Manager (GM) juga merasakan sensasi serupa. Pengetatan biaya benar-benar sudah menyasar dan menyebar ke segala lini. Saya yang cuma orang biasa di pabrik hanya bisa pasrah menerima keadaan. Dengan kata lain harus bersiap menjalankan instruksi atau penuntasan target kerja yang lebih dari sebelumnya.
Salah satu pos yang tengah viral kali ini adalah perihal pengetatan inventori atau persediaan. Mulai dari stok bahan baku, bahan penunjang, spare part, bahkan sampai dengan produk jadi (Finished Goods) pun dipelototi satu per satu oleh bos besar. Dia memberikan batasan value tertentu untuk masing-masing pos tadi.
Nilai inventori seluruh stok persediaan hanya diizinkan maksimal separuh dari total penjualan produk periode sebelumnya. Jadi, ketika kinerja penjualan produk bulan lalu melempem maka secara otomatis batasan nilai inventori akan semakin ketat. Range-nya akan mengecil bin menyempit.
Kalau sudah begitu maka kelaluasaan bergerak tim operasional akan semakin terbatas.
Seandainya saya berada pada posisi bos besar barangkali saya pun akan melakukan langkah-langkah serupa. Apalagi inventori yang tidak bergerak akan menjadi beban tersendiri bagi operasional perusahaan mengingat model bisnis yang dianut disini adalah Term of Period (TOP) yang mengakibatkan setiap jenis persediaan khususnya bahan baku, bahan penolong,hingga spare part akan terhitung tagihannya sejak terjadi konfirmasi penerimaan barang dari supplier.
Coba bayangkan, ketika penjualan mandeg tapi disisi lain tagihan pembayaran kepada supplier terus berjalan. Hal ini hanya akan membuat kas perusahaan tidak seimbang. Maka tidak heran kalau GM kerapkali mencak-mencak manakala kami tanpa berfikir panjang main mendatangkan barang saja. Main beli-beli saja tanpa melihat sisi yang lain terutama penjualan produk ke konsumen.
Terkait kondisi itulah maka saya pun dipanggil oleh GM untuk membuat strategi pengelolaan inventori yang bisa selaras dan dinamis mengikuti ritme penjualan produk setiap periodenya. Jika penjualan lancar maka kedatangan persediaan material akan turut menyesuaikan. Demikian pula sebaliknya.
Sebenarnya hal ini bisa diatur secara otomatis melalui sistem yang bernama ERP atau Enterprises Resources Planning. Ada cukup banyak varian dari sistem ini, mulai dari Oracle, Dinamix AX, dan lain sebagainya.
Hanya saja ada beberapa hal yang membuat situasi menjadi kurang ideal. Sehingga berakibat terlambatnya pembaruan status stok di sistem. Maka dari itu saya pun mencoba membuat kalkulasi dengan bantuan Microsoft Excel. Program sejuta umat yang menjadi pegangan wajib para planner dimanapun berada.
Dengan mengadopsi pola kerja sistem ERP saya pun membuat model perhitungan atau simulasi yang memungkinkan kami untuk melihat pergerakan fisik barang mulai dari penjualan produk jadi maupun kedatangan material dari waktu ke waktu. Saya melakukan update harian agar supaya tidak sampai terlambat membuat langkah penyesuaian jika diperlukan.
Kunci utama dari strategi ini adalah memantau pergerakan keluar masuk barang jadi. Barang keluar saat terjadi pengiriman ke buyer dan barang masuk yang berasal dari hasil produksi harian. Dalam hal ini level stok produk kami kondisikan dalam jumlah tertentu dengan mengacu pada rata-rata penjualan beberapa bulan terakhir.
Dari situlah kemudian saya tarik ke belakang berapa kira-kira level yang diperlukan untuk menjaga kecukupan stok material agar supaya tidak sampai terjadi kelebihan ataupun kekurangan stok. Kondisi yang seimbang.
Saya pribadi merasa ini cukup seru dilakukan. Terutama pada periode awal membuat simulasi di program Microsoft Excel. Karena setelah “aplikasi” ini siap dioperasikan maka yang perlu dilakukan hanya melakukan pembaruan kecil secara rutin.
Nah, disinilah sebenarnya letak tantangan sebenarnya. Pekerjaan yang rutin dilakukan tidak jarang membuat kita lengah hingga akhirnya terlewatkan. Hanya karena persoalan sepele bisa-bisa dampaknya sangat besar.
Pernah suatu ketika salah satu staff saya harus menerima surat teguran dari HRD gegara terlambat dalam mendatangkan material. Akibatnya aktivitas produksi yang mestinya bisa beroperasi terpaksa harus terhenti.
GM saya pernah mengatakan kalau tidak ada seseorang yang tersandung oleh batu besar. Biasanya tersandung itu disebabkan oleh kerikil atau batu-batu kecil yang seringkali kita anggap remeh.
Maka filosofi inilah yang lantas saya pegang teguh bersama tim meskipun tidak menutup kemungkinan kesalahan minor bisa saja terjadi.
***
Tangerang, 12 Juli 2023