31 Tahun Dompet Dhuafa : Kado Terindah dari Umat, untuk Umat

Beberapa waktu lalu, pada malam tahun baru Islam 1446 Hijriah, masjid di perumahan tempat tinggal saya menyelenggarakan sebuah acara pemberian santunan kepada anak-anak yatim/piatu yang berada dan tinggal di desa setempat. Ada belasan anak yatim/piatu yang diundang datang ke acara tersebut, khususnya mereka yang berasal dari kelompok ekonomi keluarga kurang mampu.

Saya melihat senyum sumringah yang merekah dari setiap wajah anak-anak yatim/piatu yang hadir malam itu. Sejenak saya termenung sekiranya tidak ada masjid disana, atau tatkala tidak ada donatur maupun dermawan yang berkenan menyisihkan sebagian rezeki mereka, barangkali senyuman itu tidak akan tersungging di depan mata kami semua.

Acara pembagian santunan untuk anak yatim/piatu di Masjid An-Nuqtoh Perum TCI (Perumahan Tempat Tinggal Saya) | Sumber gambar : dokumentasi pribadi

Winston Churchill pernah berkata, “We make a living by what we get. We make a life by what we give.” . “Kita hidup dari apa yang kita dapatkan, namun kita menciptakan kehidupan bermakna dari apa yang kita berikan.”

Dengan kata lain, para dermawan berbagi untuk menjadikan hidup mereka lebih bermakna. Bukan karena ingin pamer harta atau mengharap pujian, tetapi dengan berbagi itulah mereka bisa merasakan kebahagiaan.

Di lain pihak, orang-orang yang butuh bantuan dalam hidupnya tentu memiliki beragam harapan yang ingin diraih namun terkendala oleh keterbatasan disana-sini, terutama masalah ekonomi.

Ada anak-anak yang ingin menempuh pendidikan sekolah sampai jenjang tertinggi, tapi karena keterbatasan biaya menjadikan mereka putus sekolah. Ada orang-orang yang ingin bisa menyantap makanan tiga kali sehari, tapi tidak memiliki cukup uang untuk membeli. Ada juga yang ingin mengaji dengan nyaman, hanya saja tidak didukung oleh fasilitas sepadan.

Ketika orang-orang yang butuh bantuan ini berhasil mencapai apa yang mereka harapkan berkat bantuan tangan-tangan para dermawan, tentu hal itu akan mewujud menjadi kebahagiaan.

Disini, saya melihat bahwa memang diperlukan adanya penghubung yang memungkinkan kedua pihak tersebut saling terhubung satu dengan yang lain. Sehingga senyum kebahagiaan turut bisa dirasakan oleh siapa saja dan dimana saja.

Apa yang dijalankan oleh jamaah masjid di lingkungan perumahan saya hanyalah bagian dari upaya menciptakan keterhubungan tersebut. Meski dalam skala yang terbilang kecil, jamaah masjid telah belajar melayani dan mewadahi niat baik serta harapan dari kedua belah pihak, yakni para dermawan dan orang-orang yang butuh bantuan, agar bersama-sama bisa merasakan kebahagiaan versi mereka.

Urgensi Keberadaan Lembaga Filantropi Umat

Bagaimanapun, keberadaan sebuah lembaga yang menghimpun dan mengelola dana umat sangatlah diperlukan. Terlebih untuk sebuah negara seperti Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim yang mana ajaran agama mensyariatkan untuk berbagi kepada sesama melalui zakat, infak, sedekah, ataupun wakaf (ZISWAF).

Berdasarkan informasi yang pernah disampaikan oleh Kementerian Agama (Kemenag), potensi ZISWAF di Indonesia konon mencapai Rp 327 triliun per tahun. Dari tahun ke tahun, tren pengumpulan ZISWAF juga mengalami peningkatan.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyampaikan hasil pengumpulan ZISWAF nasional tahun 2019 mencapai Rp 10,23 triliun, tahun 2020 meningkat menjadi Rp 12,43 triliun, tahun 2021 sebesar Rp 14 triliun, dan tahun 2022 mencapai Rp 22,43 triliun. Bahkan tahun 2023 lalu diproyeksikan bisa terkumpul dana hingga Rp 33,8 triliun[1].

Grafik pengumpulan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) dari tahun ke tahun | Sumber gambar : dataindonesia.id diolah dari BAZNAS

Dengan potensi sebesar itu tentu diperlukan sebuah lembaga yang kredibel, berpengalaman, dan konsisten dalam melayani umat untuk mengambil peran. Terlebih golongan yang menunaikan maupun kelompok yang menjadi sasaran penyaluran  dana ZISWAF relatif tersebar merata di semua wilayah.

Mungkin ada wilayah dimana mayoritas masyarakatnya mampu secara ekonomi sehingga bisa menjadi muzakki, donatur, ataupun dermawan. Tetapi ada pula wilayah yang mayoritas penduduknya tidak mampu sehingga masuk dalam kategori mustahik atau penerima manfaat.

Sehingga keberadaan lembaga filantropi semacam ini diperlukan untuk memastikan pengumpulan dan pengelolaan berlangsung secara transparan, serta pendistribusian dana ZISWAF bisa tersebar secara adil dan merata untuk semua.

Dompet Dhuafa sebagai salah satu lembaga filantropi  yang bertugas menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana ZISWAF telah memiliki pengalaman panjang di bidang ini. Masa usia yang sudah mencapai 31 tahun menjadi sebuah penegasan tersendiri bahwa mereka bisa dipercaya untuk menunaikan amanah.

Milestone Dompet Dhuafa 31 tahun menunjukkan bahwa mereka bukan lembaga newbie yang baru belajar melayani umat. Ada pengalaman disana, ada profesionalitas, juga totalitas untuk memberikan yang terbaik kepada umat.

Bukanlah tugas yang mudah untuk mengelola miliaran bahkan triliunan dana umat. Akan tetapi, Dompet Dhuafa mampu menunaikan amanah tersebut, dan ini dibuktikan dengan status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait laporan keuangan lembaga dari Kantor Akuntan Publik yang berhasil diraih selama kurun waktu 17 tahun berturut-turut dari 2006 hingga 2022.

Komitmen Dompet Dhuafa Melayani Umat

Dompet Dhuafa berhasil manautkan kelompok muzakki, donatur, atau dermawan dari berbagai kalangan dengan para mustahik atau penerima manfaat yang juga berasal dari beragam latar belakang.

Dari waktu ke waktu, Dompet Dhuafa terus memperluas cakupan programnya, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pemberdayaan masyarakat. Berbagai kelompok rentan pun telah menjadi sasaran pelayanan lembaga ini. Salah satu diantaranya adalah anak yatim/piatu dari keluarga dhuafa.

Melalui berbagai program pendidikan, beasiswa, dan bantuan kesejahteraan, Dompet Dhuafa berkomitmen memastikan bahwa anak-anak ini akan mendapat kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Program-program seperti “SMART Ekselensia Indonesia,” sebuah sekolah bebas biaya dengan kualitas tinggi, dan program beasiswa pendidikan lain telah membantu anak-anak yatim untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Sampai dengan tahun 2023, SMART Ekselensia Indonesia telah meluluskan 522 siswa penerima manfaat dari program beasiswa tersebut. Komitmen ini tidak hanya membantu anak-anak yatim/piatu, tetapi juga memberikan dampak positif bagi keluarga dan orang-orang di sekitar mereka.

Arwan dan ibunya Gusmiyati, salah satu penerima beasiswa SMART Ekselensia Indonesia dari Dompet Dhuafa | Sumber gambar : www.dompetdhuafa.org

Testimoni dari Gusmiyati, Ibu dari seorang anak yatim bernama Arwan Priyanto Pamungkas, salah satu siswa penerima beasiswa SMART Ekselensia Indonesia, menegaskan dampak positif ini. “Alhamdulillah kebantu banget  sama anak saya yang kedua ini bisa masuk SMART EI. Kalau nggak, enggak tahu deh harus dari mana uangnya untuk masukin ke sekolah. Saya bangga sama Arwan. Sekolah jauh dari orang tua dan ada hasil yang membanggakan. Dari segi nilai laporan sekolah juga bagus-bagus. Kalau pulang ke rumah, kepercayaan dirinya juga meningkat. Tidak minderan kayak dulu.”[2].

Dompet Dhuafa memang sudah menapaki eksistensinya yang ke-31 tahun. Kita yang mencintai kemanusiaan seharusnya berucap syukur terhadap keberadaan sebuah lembaga mulia yang mampu bertahan lama. Karena dengan begitu akan ada semakin banyak manfaat yang ditebarkan, makin banyak senyuman yang dibagikan, serta lebih banyak lagi kemuliaan untuk disebarluaskan.

Pencapaian Dompet Dhuafa 31 tahun melayani umat sebenarnya adalah kado terindah untuk umat itu sendiri. Berkat Dompet Dhuafa yang berkenan melayani maka umat yang ingin berbagi dan umat yang butuh kontribusi bisa saling terhubung untuk menciptakan ukhwah islamiyah.

Pertanyaan sederhananya sekarang, sudahkah kita ikut ambil bagian untuk turut berkontribusi disana?

5 Langkah Mudah Berdonasi di Dompet Dhuafa

Kebaikan itu tidak cukup hanya diniatkan, tetapi juga harus dilaksanakan. Dalam rangka mempermudah para dermawan menyalurkan bantuan, donasi, atau membayar ZISWAF, Dompet Dhuafa telah menyediakan berbagai saluran donasi, termasuk melalui aplikasi digital.

Bagi generasi yang terbiasa dengan gawai atau gadget, platform apllikasi Dompet Dhuafa bisa menjadi opsi mudah untuk berdonasi dari mana saja dan kapan saja. Cukup bermodalkan smartphone di genggaman dan (tentu) saldo tabungan maka kita sudah bisa memberi sumbangsih untuk kemanusiaan.

Hanya dengan mengikuti beberapa langkah berikut ini saja maka donasi via Dompet Dhuafa sudah bisa dilakukan.

1. Registrasi:

    Untuk melakukan registrasi, kita cukup menjalankan beberapa tahapan berikut :

    • Unduh aplikasi Dompet Dhuafa dari Google Play Store atau Apple App Store.
    • Buka aplikasi dan lakukan registrasi dengan mengisi data diri seperti nama, email, dan nomor telepon.
    • Setelah registrasi selesai, verifikasi akun kita melalui email atau SMS.
    Aplikasi Dompet Digital

    2. Pilih Program Donasi:

    Kita bisa memilih berbagai jenis program donasi yang ditawarkan oleh Dompet Dhuafa mulai dari zakat, sedekah, wakaf, atau bahkan kontribusi untuk Palestina.

    • Masuk ke aplikasi Dompet Dhuafa.
    • Pilih program donasi yang ingin Anda dukung, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, atau bantuan darurat.
    • Setiap program memiliki penjelasan dan informasi mengenai target serta manfaat yang akan diberikan.
    Ragam pilihan program donasi

    3. Isi Formulir Donasi:

    Jangan khawatir masalah nominal, sebesar atau sekecil apapun kontribusi kita hal itu tetap akan memberikan manfaat.

    • Setelah memilih program, klik tombol “Donasi Sekarang”.
    • Isi formulir donasi dengan jumlah yang ingin Anda sumbangkan.
    • Pilih metode pembayaran yang tersedia, seperti transfer bank, kartu kredit, atau dompet digital.
    Para donatur sedekah

    4. Konfirmasi dan Transfer:

    Untuk pembayaran donasi kita bisa memilih via transfer bank atau lewat platform finance seperti DANA hingga GoPay.

    • Periksa kembali detail donasi kita.
    • Lakukan transfer sesuai dengan metode pembayaran yang dipilih.
    • Unggah bukti transfer jika diperlukan untuk konfirmasi pembayaran.
    Bukti pembayaran sedekah

    5. Pantau Donasi Anda:

    Sebagai bagian dari komitmen untuk transparansi pengelolaan dana, Dompet Dhuafa membuka seluas-luasnya informasi untuk dilihat oleh publik. Terkhusus para donatur atau mereka yang menyumbangkan sebagian miliknya untuk diberikan kepada yang membutuhkan.

    • Setelah donasi dikonfirmasi, Anda dapat memantau perkembangan dan penggunaan dana melalui aplikasi.
    • Dompet Dhuafa memberikan laporan berkala mengenai program yang Anda dukung.

    Melalui panduan ini, para dermawan akan dapat dengan mudah menyalurkan bantuan mereka dan ikut berpartisipasi dalam berbagai program kemanusiaan yang dijalankan oleh Dompet Dhuafa. Keterlibatan aktif dari masyarakat akan semakin memperkuat ukhuwah islamiyah dan memastikan bantuan dapat tersebar secara adil dan merata.

    Saya kira inilah kado terindah untuk ulang tahun Dompet Dhuafa ke-31 tahun, ketika umat saling memberikan manfaat. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.

    Maturnuwun,

    Agil Septiyan Habib

    NB : “Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog 31 Tahun Dompet Dhuafa Melayani Masyarakat”

    Refferensi :

    [1] https://dataindonesia.id/varia/detail/pengumpulan-zakat-di-indonesia-capai-rp2243-triliun-pada-2022

    [2] https://www.dompetdhuafa.org/sekolah-di-smart-ekselensia-pupuk-giat-arwan-angkat-derajat-keluarga-tanpa-ayah/

    Sinergi Pajak, Beasiswa, dan Pendidikan Gratis : Mewujudkan Akses Pendidikan untuk Semua

    Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 2 Tentang Hak Warga Negara menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Seiring ketentuan wajib belajar 12 tahun sebagaimana ditetapkan sejak 2015, maka kini setiap warga negara Indonesia (seharusnya) bisa merasakan pendidikan setidak-tidaknya hingga jenjang SMA secara gratis.

    Beasiswa Memberikan Kesempatan Pendidikan Terjangkau | Ilustrasi gambar : ubl.ac.id

    Akan tetapi, dalam praktiknya kita tahu bahwa situasinya masih belum ideal. Persentase tamatan sekolah di jenjang wajib belajar bahkan masih belum mencapai separuh jumlah penduduk kita. Menurut laporan Statistik Kesejahteraan Rakyat 2023 Badan Pusat Statistik (BPS), pemegang ijazah SMA di tahun lalu baru mencapai 30,22%, diikuti tamatan SD (24,62%), SMP (22,74%), lulusan perguruan tinggi (10,15%), tidak tamat SD (9,01%), dan yang tidak/belum sekolah (3,25%)[1].

    Seandainya persentase pemegang ijazah pendidikan tinggi dan tamatan SMA digabungkan sekalipun, jumlahnya masih belum sampai 50%. Jika dibandingkan dengan negara Kanada yang pada tahun 2023 lalu 60% penduduknya berhasil menamatkan pendidikan tinggi, kita terlihat masih belum ada apa-apanya.

     Terkait hal ini, biaya pendidikan memang masih menjadi persoalan. Meskipun anggaran pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlahnya masih jauh dari cukup.

    Pada tahun 2023, anggaran pendidikan Indonesia sebesar 612,2 triliun rupiah (+/- USD 40 miliar, kurs 15.000 rupiah per dollar), yang jika dibagi per kapita hanya sekitar USD 147. Bandingkan dengan Kanada, yang mana anggaran pendidikan negara tersebut kabarnya mencapai USD 51 miliar dengan jumlah penduduk 39 juta jiwa. Dengan demikian anggaran pendidikan per kapita Kanada mencapai USD 1.309 , atau hampir sembilan kali lipat anggaran pendidikan per kapita kita.

    Dengan kondisi seperti ini, sulit mengharapkan pendidikan gratis akan dapat terealisasi di republik ini. Setidaknya dalam waktu dekat.

    Meskipun situasinya tampak jauh sekali dari yang kita harapkan, program pendidikan gratis sebenarnya tetap berhasil direalisasikan hanya saja dalam lingkup terbatas melalui beasiswa.

    Pemerintah memberikan berbagai beasiswa melalui kementerian dan lembaga, seperti Beasiswa Kemendikbudristek, Beasiswa Kemenag, hingga Beasiswa LPDP. Menurut Data BPS, pemberian beasiswa meningkat pesat dari 3,89% pada 2009 menjadi 20,14% pada 2021[2] . Jika tren ini terus berlanjut, maka akan semakin banyak warga Indonesia yang bisa menempuh pendidikan secara gratis atau dengan biaya ringan.

    Pajak sebagai Sumber Dana Pendidikan

    Pendanaan pendidikan, sangat bergantung pada penerimaan pajak. Menurut OCBC, 80% pendapatan negara diperoleh dari pajak. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Bea dan Cukai, Pajak Bea Masuk dan Keluar, serta beberapa jenis pajak lainnya[3]. Ini berarti besaran beasiswa sangatlah dipengaruhi oleh penerimaan pajak.

    Namun, sayangnya, penerimaan pajak di Indonesia masih belum maksimal. Salah satunya karena masih rendahnya kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak[4]. Apabila kita menginginkan pendapatan yang lebih besar dari sektor pajak, maka tingkat kepatuhan inilah yang mesti diperbaiki.

    Studi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkorelasi positif terhadap kepatuhan wajib pajak[5].  Ini menunjukkan bahwa meningkatkan pendidikan akan dapat membantu mengerek penerimaan negara dari pajak.

    Siklus Positif antara Pajak dan Pendidikan

    Pendidikan adalah eskalator sosial ekonomi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kesempatan kerja dan pendapatannya, yang pada akhirnya meningkatkan taraf ekonominya. Meski mungkin tidak bisa dipukul rata, akan tetapi orang-orang berpendidikan lebih baik umumnya akan berhasil menggapai kondisi ekonomi yang lebih baik pula dibanding mereka yang tidak atau kurang terdidik.

    Misalnya, buruh kasar, kuli angkut, dan pekerja berat lainnya seringkali hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar. Jangankan untuk membeli rumah, sekadar untuk makan saja susah. Apalagi memikirkan bayar pajak ke negara.

    Sementara itu, mereka yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan lebih baik dan pendapatan yang lebih tinggi. Seperti, pegawai negeri, karyawan kantoran, atau pemilik profesi lain dengan latar belakang pendidikan mumpuni.

    Kelompok terdidik ini juga berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Setiap bulan mereka membayar Pajak Penghasilan (PPH) dari gaji. Ketika kondisi mereka semakin mapan, mereka membeli rumah yang setiap tahun harus dibayar PBB-nya. Ketika memiliki kendaraan, mereka membayar pajak kendaraannya. Bahkan saat berbelanja dan makan di restoran pun mereka dikenakan PPN.

    Pajak yang diterima negara tersebut kemudian digunakan untuk menyokong pendidikan. Kemudian, pendidikan yang baik akan mendorong perbaikan ekonomi masyarakat, yang pada gilirannya akan menstimulus pendapatan negara melalui pajak, sehingga menciptakan siklus positif menuju kemajuan bangsa.

    Sinergi antara pajak, beasiswa, dan pendidikan gratis sangat penting untuk meningkatkan akses pendidikan di Indonesia. Dengan meningkatkan penerimaan pajak dan alokasi anggaran yang lebih baik, diharapkan lebih banyak warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan berkualitas tanpa harus terbebani biaya tinggi.

    Jadi, yuk lebih taat membayar pajak.!

    Maturnuwun,
    Agil Septiyan Habib

    Referensi:
    [1] Data BPS 2023 – Tamatan Tingkat Pendidikan Warga Indonesia
    [2] Data BPS 2022 – Penerima Beasiswa Berdasarkan Jenjang Pendidikan
    [3] OCBC – Sumber Pendapatan Negara
    [4] Pajakku – Alasan Rendahnya Penerimaan Pajak Indonesia
    [5] Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi (JIMAT) Universitas Pendidikan Ganesha, “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Kewajiban Moral dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor”, Vol: 11 No: 1 Tahun 2020, e-ISSN: 2614-1930

    JNE 33 Tahun (Lagi) : Mengarungi Tantangan dengan Kreativitas

    Emak, demikian saya memanggil Ibu mertua saya, sudah berjualan nasi uduk sejak lama. Yakni sekitar pertengahan tahun 90-an, atau pasca beliau memutuskan keluar dari profesi lamanya sebagai buruh pabrik.

    Bertahun-tahun beliau jualan nasi uduk dengan beberapa kali pindah lokasi. Mulai di dekat perempatan jalan besar, sampai di pinggiran sekolahan. Baru pada tahun 2020 kemarin beliau menggelar lapak dagangan di depan rumah seiring dihentikannya kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah akibat pandemi Covid-19.

    Lapak Jualan Nasi Uduk Emak di Depan Rumah | Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

    Hampir sepanjang tahun beliau menjalankan aktivitas berjualan nasi uduk, kecuali saat momen Ramadan datang ketika beliau mengganti lapak dagangannya dengan berjualan bakso.

    Itu beliau lakukan karena jumlah peminat nasi uduk selama bulan puasa sangat jauh berkurang dibanding hari-hari biasa.

    Disisi lain, tuntutan memperoleh penghasilan untuk mencukupi kebutuhan harian masih tetap ada. Apalagi ketika mendekati momen lebaran. Biaya hidup juga semakin tinggi. Belum lagi adanya “tuntutan” dari cucu-cucu kecil beliau yang setiap kali datang hampir selalu minta jajan tanpa kompromi.

    Namun, pada momen Bulan Ramadan kemarin situasinya bisa dibilang tidak mudah. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Emak hampir selalu mengantongi penghasilan diatas seratus ribu rupiah setiap malamnya dari berjualan bakso, Ramadan tahun ini beliau hanya memperoleh penghasilan paling banyak sekitar tiga puluh ribu rupiah saja.

    Bahkan pernah beberapa hari tidak ada pembeli yang datang samasekali.

    Mungkin inilah yang sering disebut dengan penurunan daya beli. Tapi itulah yang terjadi dan mesti Emak hadapi.

    Emak Berjualan Bakso di Malam Bulan Ramadan | Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

    Emak pun memutar otak untuk mencari jalur pemasukan lain. “Kebon” dekat rumah yang beliau tanami dengan beberapa jenis buah dan sayur seperti pisang, durian, dukuh, melinjo, nangka, hingga rambutan pun dipelototi.

    Meskipun jumlahnya tidak seberapa, paling tidak, ketika tanaman itu berbuah akan bisa memberi sedikit sumbangsih penghasilan.

    Kebetulan, waktu itu buah dukuh dan rambutan Emak sedang berbuah. Bapak dan adik ipar laki-laki saya bertugas mengunduh buah dukuh dan rambutan dari pohon. Sementara saya dan istri membantu memasarkannya. Alhamdulillah, hasilnya cukup bisa menggantikan penghasilan dari jualan bakso yang sedang sepi.

    Buah Dukuh dan Rambutan Siap untuk Dipasarkan | Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

    Barangkali situasinya akan sangat berbeda manakala Emak tidak berupaya adaptif dan fleksibel menghadapi perubahan yang tidak disangka-sangka itu. Terlepas dari adanya dampak pandemi, pengaruh situasi ekonomi, ataupun yang lainnya, tetap saja perlu keuletan agar bisa bertahan melalui situasi semacam itu.

    Teresa Amabile, seorang akademisi asal Amerika Serikat pencetus model Componential of Creativity, menyebutkan bahwa kemampuan individu untuk beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi tantangan serta situasi yang berubah-ubah merupakan bentuk kreativitas.

    Kreativitas diperlukan untuk mengarungi tantangan dan masa-masa sulit. Juga untuk mencari celah kesempatan dari setiap dinamika perubahan zaman.

    Seperti halnya Emak, faktor kreativitas ini jugalah yang menjadi kekuatan utama JNE dalam mengarungi tantangan dari masa ke masa sehingga bisa bertahan 33 tahun lamanya semenjak didirikan oleh Bapak Soeprapto Suparno pada 26 November 1990 silam.

    Pembuktian Kreativitas JNE

    Ujian merupakan bagian dari kehidupan. Siapapun pasti akan mengalaminya. Cuma, yang membedakan adalah jenis ujian tersebut dan bagaimana kita meresponnya.

    Sama halnya dengan dinamika ujian hidup yang dialami oleh Emak, JNE pun menghadapi situasi serupa. Meski tentu dalam konteks yang berbeda.

    Eksistensi JNE semenjak didirikan 33 tahun lalu pastilah bukan tanpa hambatan samasekali. Ada lika-liku zaman yang menguji seberapa kuat tekad organisasi tersebut untuk bertahan serta bangkit dari keterpurukan.

    Apalagi kita semua tahu bahwa semenjak awal tahun 90-an, saat JNE didirikan, sampai dengan tahun 2024 ini telah terjadi setidaknya tiga peristiwa besar yang sangat menguji ketangguhan para pelaku bisnis. Mulai dari krisis moneter (krismon) 1998, krisis ekonomi global 2008, hingga pandemi Covid-19 tahun 2020.

    Namun, justru pada momen-momen krusial itulah segenap elemen JNE berhasil mencapai milestone mengesankan yang sangat menentukan eksistensi organisasi tersebut sampai sekarang.

    Misalnya,  layanan JNE YES (Yakin Esok Sampai) yang diperkenalkan pada sekitaran tahun 1999 atau tidak berselang lama pasca masa krismon 1998 terjadi.

    Begitupun dengan tahun 2008 saat krisis ekonomi global melanda. JNE malah meluncurkan aplikasi mobile pertamanya, yang ditujukan untuk memberi kemudahan layanan kepada para pelanggan melalui perangkat mobile mereka.

    Bisa dibilang, peluncuran aplikasi tersebut merupakan langkah revolusioner seiring era digital yang kala itu baru memasuki fase-fase awal perkembangannya di Indonesia. Menjadi pioner dari sebuah era baru tentu bukan pencapaian sembarangan.

    Demikian halnya ketika pandemi Covid-19 melanda. JNE bergegas melakukan transformasi digital demi memperkuat pelayananannya ke publik. Kemunculan JNE cashless menjadi jawaban atas kebutuhan transaksi non tunai yang makin meningkat seiring adanya kebutuhan transaksi lebih cepat dan aman semasa pendemi.

    Kerja sama JNE dan Lazada Hadirkan Layanan Cashless untuk Menjawab Tantangan Pasca Pandemi| Sumber gambar : industri.kontan.co.id

    Beberapa upaya mengarungi periode krisis besar tersebut bisa dibilang berhasil. Buktinya, JNE bisa terus eksis hingga kini. Membuatnya bertahan hingga 33 tahun lamanya. Hal ini sekaligus merupakan pembuktian kreativitas JNE bahwasanya mereka sanggup menghadapi segala bentuk tantangan yang datang.

    Akan tetapi, harus diingat bahwa tantangan besar berikutnya masih menanti. Masa depan lebih banyak menyisakan ketidakpastian dan misteri. Entah akan ada krisis macam apa lagi suatu hari nanti. Hanya sebatas prediksi samar tentang masa depanlah yang bisa kita amati dan cermati.

    Meskipun begitu, sepertinya JNE tidak akan mau ketinggalan start. Apalagi kini sudah semakin mengemuka perihal pemanfaatan Artificial Intelligence (AI), Internet of Thing (IoT), teknologi drone, dan lain sebagainya untuk bisnis. Khususnya di bidang logistik dan pengiriman.

    Belum lagi menggalaknya isu-isu kepedulian lingkungan, sustainability, green economy, dan sejenisnya dalam pengelolaan sebuah industri.

    Era baru sudah menjelang di depan mata. Pertanyaannya sekarang, siapa yang sudah siap untuk menyambutnya?

    3 Visi 3 Teknologi

    Semua bidang industri akan senantiasa dituntut kreatif menangkap peluang yang ditawarkan zaman. Perkembangan teknologi adalah salah satu hal yang mesti diberdayakan dengan tepat dan bijak agar mampu bersaing mengikuti perubahan.

    Dalam hal ini, setidaknya ada tiga hal penting yang bisa kita pandang sebagai cikal bakal masa depan dari dunia logsitik dan pengiriman.

    1- Green Economy dan Kendaraan Listrik

      Hampir semua orang tahu bahwa kondisi bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Seruan peduli lingkungan sudah menjadi sesuatu yang masif dilakukan. Bahkan beberapa pihak tidak segan memberlakukan sanksi tegas manakala ada pihak lain yang dinilai abai terhadap hal ini.

      Wacana tentang ekonomi sirkular, green economy atau praktik ekonomi yang berbasis pada upaya penyelamatan lingkungan semakin menjadi landasan perkembangan industri ke depan. Beberapa perjanjian bahkan sudah disepakati.

      Praktik bisnis ramah lingkungan akan menjadi pilihan utama. Kendaraan listrik yang meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil akan dipandang sebagai solusi.

      Para pelaku industri logistik seperti JNE tentu harus menyadari hal ini serta menangkap peluang didalamnya. Misalnya dengan menawarkan layanan pengiriman khusus “paket hijau” kepada konsumen untuk mengajak serta masyarakat menyelamatkan lingkungan.

      2- Layanan 24 Jam Pengiriman dan Kendaraan Pintar

      Era digital memungkinkan terpangkasnya batasan ruang dan waktu, sehingga interaksi bisa dilakukan 24 jam penuh. Dalam industri logistik dan pengiriman, pada umumnya aktivitas pengiriman hanya dilakukan pada jam-jam kerja saja. Atau mungkin sedikit diatas jam kerja yang berlaku karena keterbatasan tenaga manusia tidak bisa diforsir bekerja 24 jam penuh.

      Kalaupun memberlakukan sistem kerja shift tentu ada biaya tambahan yang harus ditanggung. Sementara itu semakin kesini kebutuhan kita cenderung tidak mengenal waktu.

      Kehadiran teknologi cerdas seperti AI, IoT, dan Internet berkecepatan tinggi semakin memungkinkan hadirnya kendaraan swakemudi (smart vehicle) yang tidak membutuhkan kendali dari manusia.

      Dengan adanya teknologi pintar tersebut maka tidak menutup kemungkinan aktivitas logistik dan pengiriman bisa dilakukan 24 jam tanpa henti. Meski mungkin untuk saat ini regulasinya belum siap, tetapi siapa tahu dalam beberapa tahun ke depan hal itu bisa terjadi.

      Sepuluh tahun lagi mungkin ? Atau 33 tahun lagi?

      3- Full Connected dan Drone Last-Mile

      Negara Indonesia diberkahi dengan wilayah yang unik dengan ribuan kepulauan dan juga pegunungan serta perbukitan. Disatu sisi, hal itu membuat negeri kita terlihat indah. Namun, disisi lain kondisi tersebut sebenarnya mengahdirkan tantangan yang tidak mudah.

      Khususnya ketika mengirimkan barang menuju tempat-tempat yang sukar dijangkau oleh transportasi konvensional pada umumnya.

      Akan tetapi, perkembangan teknologi drone yang semakin pesat seharusnya bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Semua tempat akan lebih mungkin dijangkau dengan lebih mudah berkat teknologi itu.

      Drone memungkinkan kita menjangkau area-area sulit sehingga meningkatkan kecepatan waktu pengiriman. Disamping itu, drone cenderung lebih ramah lingkungan karena umumnya sudah memberdayakan energi matahari sebagai sumber tenaganya.

      Memang masih ada hambatan mengenai beberapa hal seperti regulasi, keterbatasan muatan, atau biaya investasi yang cukup mahal. Hanya saja seiring berjalannya waktu sepertinya kendala tersebut akan teratasi.

      Penggunaan Drone untuk Pengiriman ke Wilayah Sulit Dijangkau | Sumber gambar : Freepik.com / user6702323 / futuramo.com

      JNE sebagai pemain utama dalam industri logistik dan pengiriman pasti melihat dan menyadari situasi ini. Terlebih di usianya yang sudah 33 tahun tentu ada kematangan dalam melihat masa depan.

      Kreativitas yang dimiliki JNE sudah teruji selama ini. Dan hal itu mesti dibuktikan kembali agar JNE tetap eksis (setidaknya) dalam waktu 33 tahun lagi.

      Dirgahayu JNE.

      #JNE #ConnectingHappiness #JNE33Tahun #JNEContentCompetition2024 #GasssTerusSemangatKreativitasnya

      Maturnuwun,

      Agil Septiyan Habib

      Perlindungan Masa Depan Bisnis : Menghadapi Ancaman Cyber dengan Solusi Pentest Widya Security

      Paruh kedua tahun 2019 yang lalu dunia, termasuk Indonesia, sangat dipusingkan oleh serangan pandemi Covid-19. Bukan hanya sektor kesehatan yang luluh lantak seiring banyaknya korban jiwa manusia, tetapi juga sektor ekonomi berada di ambang bencana. Mayoritas pelaku usaha terpaksa menghentikan operasinya. PHK terjadi dimana-mana.

      Namun, tidak sedikit juga yang percaya bahwa masa itu merupakan tipping point dari teknologi digital yang semakin masif perkembangannya dan menegaskan eksistensi di dalam berbagai sektor kehidupan kita. Work From Home (WFH), online meeting, sekolah daring, dan lain sebagainya menjadi sesuatu yang makin jamak ditemui.

      Digitalisasi menjadi keharusan, khususnya bagi para pelaku usaha yang getol beralih dari pola kerja manual menuju pola kerja digital. Para pelaku usaha di segala tingkatan saling berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan dalam peradaban digital.

      Keamanan cyber di era digital sangatlah krusial | Ilustrasi gambar : Freepik.com / DC Studio

      Perusahaan tempatku bekerja juga berpandangan demikian. CEO perusahaan bahkan berulang kali mengompori anak buahnya untuk melihat betapa kerennya google setelah beberapa kali kunjungannya kesana. Teknologi digital adalah pilar krusial bagi perusahaan di masa depan.

      Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, kebutuhan akan sebuah sistem terintegrasi digital Enterprises Resource Planning (ERP) sangatlah penting dalam upaya kerja operasional perusahaan agar semakin produktif, efektif, dan efisien.

      Dalam hal ini perusahaan tempatku bekerja sudah menggunakan Microsoft Dinamix AX sebagai sistem manajemen operasional perusahaan. Melalui penggunaan sistem ERP tersebut diharapkan akan mereduksi beberapa aktivitas kerja manual yang selama bertahun-tahun sebelumnya dikerjakan.

      Sistem ERP di Microsoft Dinamix AX | Sumber gambar : dokumentasi pribadi

      Ada empat Plant dan satu Head Office yang terkoneksi dalam sistem ERP kami. Harapan untuk menjadi perusahaan manufaktur modern pun makin membentang.

      Namun, sebuah peristiwa tidak mengenakkan terjadi kemudian. Tepatnya di sekitaran tahun 2019 sebelum Indonesia ramai oleh pandemi Covid-19 ketika sebuah serangan cyber (cyber attack) melumpuhkan sistem ERP perusahaan. Data-data penting perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya menghilang.

      Aku kurang tahu tepatnya itu serangan langsung atau infeksi virus yang dikirimkan oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Tapi yang pasti perusahaan terpaksa mengalami gangguan selama beberapa waktu.

      Transaksi yang biasanya berjalan melalui sistem ERP terpaksa untuk sementara beralih ke mode manual. Ibarat kata, kembali lagi ke zaman batu. Meski tidak terlalu manual-manual juga karena masih menggunakan aplikasi Microsoft Excel sebagai alat bantu.

      Peristiwa tersebut cukup menguras emosi dan tenaga kami. Para karyawan, khususnya tim administrasi terpaksa harus bekerja lembur berhari-hari untuk melakukan input ulang data ke dalam sistem.

      Belum lagi keluh kesah dari tim penjualan yang tertunda pengiriman barangnya karena hambatan teknis sistem untuk urusan administrasi pengeluaran barang. Entah berapa puluh atau ratus juta yang menguap gegara masalah tersebut.

      Tim IT pun terlihat sibuk menutup celah keamanan; mencari biang kerok masalah; dan melakukan beberapa pertemuan dengan segenap pemimpin perusahaan. Singkat kata, ini adalah masalah keamanan cyber yang kebobolan.

      Keamanan Cyber

      Jumlah serangan cyber terus meningkat setiap tahunnya. Laporan Veizon Data Breach Investigation 2021 menyampaikan bahwa telah terjadi lebih dari 5.200 insiden keamanan serta 29.000 pelanggaran data pada tahun 2020.

      Cybersecurity Ventures memperkirakan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh serangan cyber ini mencapai 6 triliun dollar pada tahun 2021 lalu.

      Berkaca juga pada peristiwa yang terjadi di perusahaan tempatku bekerja pada tahun 2019, perihal keamanan cyber ini memang perlu menjadi prioritas perhatian. Apalagi dengan gaung digitalisasi yang semakin masif dilakukan, mau tidak mau hal itu harus diimbangi oleh cyber security yang memadai.

      Sebuah penelitian terhadap rumah-rumah yang terhubung dengan jaringan teknologi digital berjudul Penetration Testing of Connected Households menyebutkan bahwa dari 22 perangkat pintar yang diuji, ditemukan 17 kerentanan yang dipublikasikan sebagai CVEs baru.

      CVEs ini adalah singkatan dari Common Vulnerabilities and Exposures atau daftar publik dari kerentanan perangkat lunak, sistem, dan layanan. Dengan kata lain, kerentanan yang berisiko meloloskan datangnya serangan cyber memang besar sekali kemungkinannya untuk terjadi dalam berbagai skala tingkatan. Perorangan ataupun perusahaan.

      Oleh karena itu, diperlukan upaya preventif untuk mencegah serta menghindari terjadinya ancaman-ancaman tersebut.

      Penetration Testing

      Ada yang pernah nonton film Die Hard 4.0 : Live Free or Die Hard ? Plot utama di film tersebut berkisah tentang pembobolan sistem keamanan sebuah kawasan oleh hacker yang ternyata merupakan mantan anggota tim yang ikut membangun sistem kemanan disana.

      Dia merasa sakit hati karena celah keamanan cyber yang ia sampaikan diabaikan oleh para chief. Sampai kemudian ia memutuskan keluar dari tim dan mulai berulah melakukan pembobolan sistem dan menunjukkan betapa rapuhnya sistem keamanan tersebut.

      Lantas apa kaitannya film Die Hard 4.0 tersebut dengan ulasan diatas?

      Pada dasarnya, kualitas dari keamanan cyber itu bisa diuji daya tahannya. Seberapa baik atau buruknya cyber security yang dibangun akan terlihat melalui sebuah mekanisme evaluasi keamanan yang disebut dengan Penetration Testing (Pentest).

      Secara umum, mekanisme ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi kerentanan dalam sistem komputer, jaringan, ataupun aplikasi yang tujuan utamanya adalah untuk menilai sejauh mana sistem tersebut rentan terhadap serangan pihak luar yang tidak sah.

      Berbeda dengan tindakan kriminal dari tokoh antagonis pada film Die Hard 4.0, proses uji yang bernama penetration testing ini dikerjakan secara etis dan sesuai kebijakan keamanan yang berlaku.

      Prosesi langkahnya melibatkan beberapa tahap seperti perencanaan dan pengumpulan informasi, pemindaian, identifikasi kerentanan, eksploitasi kerentanan, dan pelaporan hasil.

      Agar hasil yang diperoleh optimal, aktivitas penetration testing ini sebaiknya memang melibatkan pihak ketiga. Harapannya adalah hasil yang didapat lebih objektif, mewakili perspektif eksternal, lebih terlatih karena merupakan spesialisasinya, serta memiliki tanggung jawab hukum seiring kontrak kerja yang dijalin sebelum melakukan kerjasama.

      Widya Security merupakan salah satu pemain yang sudah cukup teruji dalam bidang ini. Beberapa klien seperti AstraPay, CIMB Niaga, sampai dengan smartfren pernah menjadi bagian dari klien yang menggunakan layanan pentest.

      Para klien dari Widya Security akan mendapatkan Vulnerability Assesment berkaitan dengan celah keamanan, level ancaman, dan dampak yang dapat ditimbulkannya pasca melalui pentest. Disamping itu, akan ada pelaporan secara menyeluruh terkait temuan hasil uji berikut saran dan rekomendasi untuk membuat sistem keamanan menjadi lebih baik.

      Terhubung dengan Widya Security

      Serahkan pekerjaan pada ahlinya, agar hasilnya memuaskan. Begitupun dengan urusan cyber security ini. Terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih partner untuk bekerja sama dalam rangka menjalankan peran pentest tersebut.

      Startup Widya Security merupakan salah satu ahli di bidang Pentest | Sumber gambar : widyasecurity.com

      Dalam hal ini, Widya Security memiliki setidaknya enam poin plus yang membuatnya layak diperhitungkan :

      1- Expert dalam Pentest

      Widya Security memiliki keahlian dan pengalaman yang luas dalam melakukan pentest terhadap sistem, jaringan, dan aplikasi. Tim mereka terdiri dari para ahli yang telah memiliki sertifikasi dan pengalaman praktis yang solid dalam bidang keamanan siber.

      Para instruktur di Widya Security tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis yang mendalam, tetapi juga pengalaman praktis dalam uji penetrasi dan keamanan siber. Mereka memiliki sertifikasi internasional yang diakui dalam industri, seperti CEH (Certified Ethical Hacker) dan CHFI (Computer Hacking Forensic Investigator).

      Sertifikat yang dikantongi Widya Security| Sumber gambar : widyasecurity.com

      Dengan kombinasi pengetahuan teoritis dan pengalaman praktis tersebut, maka tim Widya Security dapat melakukan penilaian risiko keamanan secara menyeluruh dan mengidentifikasi potensi kerentanan dengan akurat.

      2- Penilaian Risiko yang Komprehensif

      Pendekatan yang komprehensif dalam melakukan penilaian risiko keamanan infrastruktur digital klien menjadi kelebihan lain dari Widya Security. Tim mereka memahami sistem, jaringan, dan aplikasi secara mendalam, serta menggunakan strategi yang efektif.

      3- Vulnerability Assessment

      Evaluasi kerentanan dilakukan oleh Widya Security secara sistematis menggunakan langkah-langkah berikut:

      • Penentuan Lingkup dan Tujuan, dalam hal ini lingkup evaluasi dan tujuan ditetapkan secara spesifik.
      • Pemilihan Alat yang Tepat, ketika melakukan proses evaluasi tim Widya Security akan menggunakan alat pemindaian seperti Nessus, OpenVAS, atau Qualys.
      • Perencanaan Berkala, tim akan merencanakan dan menjadwalkan evaluasi secara teratur, misalnya bulanan atau kuartalan.
      • Identifikasi Kerentanan Signifikan, dalam hal ini tim akan memfokuskan pada kerentanan dengan risiko tinggi atau dampak besar.
      • Rencana Tindakan, rencana tindakan yang mencakup langkah-langkah perbaikan konkret akan dibuat berdasarkan prosesi sebelumnya.
      • Keterlibatan Tim yang Tepat, tim keamanan siber, administrator sistem, dan pemilik aplikasi akan dilipatkan secara proporsional.
      • Pelajari dari Hasil, tim terkait akan menggunakan hasil evaluasi untuk mengidentifikasi tren dan pola kerentanan yang muncul.
      • Perhatian Terhadap Aspek Keamanan Fisik, pemeriksaan terhadap aspek keamanan fisik seperti akses fisik ke server.

      Melalui beberapa pendekatan ini, Widya Security membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kerentanan sebelum dieksploitasi oleh penyerang, meningkatkan integritas dan keamanan sistem mereka.

      4- Penyesuaian Pendekatan Uji

      Widya Security mengambil pendekatan pengujian yang dioptimalkan sesuai kebutuhan dan lingkungan setiap klien mereka. Mereka merancang skenario pengujian yang spesifik untuk mencerminkan ancaman yang paling mungkin dihadapi oleh klien.

      Dengan demikian, tim pengujian dapat mengidentifikasi kerentanan potensial yang relevan dengan sistem dan jaringan klien, memberikan rekomendasi yang tepat, dan meningkatkan keamanan infrastruktur secara efektif. Setiap pengujian dirancang dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan unik dan menciptakan solusi yang optimal dalam menghadapi ancaman siber.

      5- Laporan dan Rekomendasi

      Laporan hasil pengujian secara menyeluruh disajikan setelah menyelesaikan tahap pentest. Laporan ini mencakup identifikasi kerentanan, tingkat ancaman, dan potensi dampak pada sistem dan infrastruktur klien.

      Tim pentesting merinci metode yang digunakan, analisis kerentanan, serta hasil dari upaya penyerangan yang dilakukan. Laporan ini juga memuat rekomendasi yang disusun berdasarkan temuan untuk memperbaiki keamanan sistem dan infrastruktur klien.

      Dengan demikian, klien dapat memahami risiko yang dihadapi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan keamanan mereka. Dengan begitu, pelanggan tidak hanya mendapatkan laporan komprehensif, tetapi juga panduan tindakan yang spesifik untuk mengatasi masalah keamanan yang diidentifikasi.

      6- Dukungan Pasca Implementasi

      Widya Security tidak hanya menjadi mitra konsultasi terbaik selama proses pentest, tetapi juga memberikan dukungan pasca implementasi yang komprehensif. Tim profesional yang bersertifikasi akan terus membantu klien dalam memperbaiki kerentanan yang diidentifikasi dan meningkatkan keamanan secara keseluruhan.

      Menawarkan dukungan berkelanjutan untuk memastikan bahwa standar keamanan informasi dipertahankan dengan baik. Dukungan ini mencakup konsultasi langsung dengan ahli untuk menjawab pertanyaan dan memberikan panduan praktis dalam menjaga kepatuhan dan keamanan data. Hal ini akan meyakinkan klien bahwa keamanan informasi mereka dikelola dengan baik bahkan setelah implementasi selesai.

      Masa Depan Keamanan Data Indonesia

      Yang paling krusial dari teknologi digital sekarang ini adalah data. Dengan kata lain, cyber security dibangun dan dipersiapkan dalam rangka untuk melindungi keamanan data.

      Apabila dalam konteks serangan cyber yang menerpa perusahaan tempatku bekerja sampai bisa membuat perusahaan lumpuh untuk beberapa saat dan menimbulkan kerugian berjuta-juta rupiah, maka tatkala hal itu terjadi dalam skala yang lebih besar seperti negara maka tidak bisa dibayangkan betapa dahsyat dampaknya.

      Terlebih makin kesini dunia makin terhubung. Sehingga potensi serangan cyber bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Ketika sistem keamanan tidak cukup handal menangkal serangan, pastilah kerugian yang ditimbulkannya akan luar biasa.

      Seperti yang kita tahu, jumlah pengguna internet di Indonesia sangatlah besar. Di satu sisi hal ini mungkin menjadi keuntungan tersendiri. Akan tetapi, di sisi lain, risiko keamanan yang ditimbulkannya juga akan ikut meningkat.

      Jangan dikira interaksi individu seseorang dengan “dunia maya” tidak mendatangkan risiko ancaman, khususnya bagi organisasi yang didalamnya bernaung sebuah sistem, aplikasi, server, jaringan, ataupun website yang menjadi alat dukung operasional sebuah organisasi.

      Pintu masuk serangan bisa bermula dari mana saja. Aku memahami ini dari kasus yang pernah terjadi di tempat kerjaku. Pasca perisitwa serangan cyber tahun 2019 itu, CEO perusahaan langsung merombak akses penggunaan sistem ERP perusahaan.

      Apabila sebelumnya semua komputer bisa melakukan login ke sistem ERP, sekarang hanya beberapa komputer saja yang bisa. Jumlah user pun dibatasi agar pintu masuk ke sistem semakin mudah dipantau oleh tim IT.

      Akses ERP sekarang dibatasi di ruangan khusus| Sumber gambar : dokumentasi pribadi

      Pembatasan akses jaringan internet juga dilakukan, sehingga beberapa situs tidak bisa diakses menggunakan jaringan internet milik perusahaan. Tidak setiap layar komputer bisa mengakses facebook, youtube, dan sejenisnya.

      Nah, bagaimana kesimpulan yang mendorong lahirnya kebijakan tersebut muncul ? Sepertinya ada peran penetration testing disini.

      Hal itu pula hendaknya dilakukan dalam skala yang lebih besar dan lebih krusial seperti negara untuk mengukur sejauh mana kualitas keamanan cyber negara kita berjalan.

      Jangan sampai kasus-kasus serangan cyber pada data-data penting negara terjadi karena itu akan sangat memalukan dan merendahkan kedaulatan kita.

      Maturnuwun,

      Agil Septiyan Habib

      “Ordal” di Industri Manufaktur dan Perencanaan Sumber Daya Sustainable

      Pemandangan apik terlihat dari sebuah sungai penuh tumpukan sampah yang secara bertahap kondisinya berubah menjadi bersih dan benar-benar terbebas dari sampah. Dalam mode video dipercepat (fast motion), aksi sekelompok aktivis pecinta lingkungan sungaiwatch menyerbu dan membersihkan setiap jengkal sampah yang menutup permukaan air sungai seakan ingin mengatakan pada kita bahwa hanya dengan kesigapan dan gerak cepatlah maka problematika lingkungan dapat teratasi.

      Industri manufaktur kertas melibatkan penggunaan sumber daya yang sangat besar | Sumber gambar : industri.kontan.co.id by Cheppy A. Muchlis

      Gerakan bersih-bersih sungai sebagaimana dilakukan oleh sungaiwatch, atau gaya hidup zero waste yang dijalankan sebagian orang sepertinya perlu kita apresiasi karena telah memberi keteladanan akan arti penting lingkungan berkelanjutan bagi masyarakat luas.

      Kesadaran sejenis juga turut menular ke publik. Misalnya, kebijakan meniadakan plastik untuk kantong belanja di minimarket, penggunaan air secara bijak, membuat bank sampah, hingga gerakan menghemat listrik rumah tangga.  

      Meskipun beberapa tindakan tersebut tampak berkontribusi terhadap penciptaan kondisi lingkungan yang sustainable, tapi pada kenyataannya hal itu masih belum cukup.

      Dibutuhkan lebih banyak lagi kesadaran dari masyarakat terhadap aksi pelestarian lingkungan ini, atau bisa jadi sebenarnya kita memerlukan tindakan yang sanggup menyasar langsung “pos-pos strategis” dimana sumber daya alam dikelola dan diberdayakan dalam jumlah besar di sana.

      Nah, di era jejaring seperti sekarang, kita sebagai pribadi bisa dibilang lebih banyak berperan sebagai end user, atau ujung dari rantai pasokan dimana ada begitu banyak pihak terlibat namun terpisah-pisah satu dengan yang lain.

      Sebesar-besarnya seorang konsumen yang mempergunakan jenis produk industri tertentu untuk kebutuhan rumah tangga, jumlahnya tidak akan bisa melampaui kemampuan sang produsen dalam menghasilkan produk tersebut.

      Sederhananya begini, sumber daya yang dimiliki oleh industri manufaktur pastilah jauh lebih besar ketimbang kemampuan yang dimiliki setiap rumah tangga dalam mempergunakan produk dari industri tersebut.

      Misalnya, pabrik mie instan bisa memproduksi jutaan bungkus mie instan setiap bulannya. Sementara itu kita selaku konsumen paling banyak hanya menghabiskan puluhan bungkus saja dalam kurun waktu yang sama.

       Sehingga akan jauh lebih powerful dampaknya manakala prinsip-prinsip sustainable tersebut diarahkan langsung kepada pengelolaan operasional dari industri manufaktur daripada sekadar tindakan parsial yang dilakukan secara perorangan di lingkup rumah tangga atau pada tataran end user  tersebut.

      Andil Industri Manufaktur

      Penggunaan sumber daya alam yang oleh industri pastilah jauh lebih besar dibanding kelas rumah tangga. Konsumsi air yang dipergunakan untuk skala industri tentu berlipat ganda. Demikian halnya dengan konsumsi listrik, pemakaian bahan baku, dan lain sebagainya.

      Menilik kondisi tersebut maka hampir bisa dipastikan bahwa emisi yang dihasilkan oleh industri pun jauh melebihi kontribusi emisi rumah tangga kita.

      Merujuk pada laporan Climate Transparancy yang dipublikasikan katadata[1] nih, emisi dari sektor industri pada tahun 2021 lalu berada pada posisi ketiga dengan kontribusi 23%. Atau hanya kalah dari sektor ketenagalistrikan (43%) dan transportasi (25%) saja.

      Bahkan dari kedua sektor tersebut sebenarnya ada andil sektor industri juga, khususnya berkaitan dengan konsumsi listrik industri dan kegiatan transportasi menyangkut aktivitas rantai pasok industri.

      Dengan kata lain, industri manufaktur memang memiliki peranan besar yang tidak boleh dikesampingkan demi upaya mewujudkan lingkungan sustainable. Yakni melalui tata kelola operasional industri manufaktur yang baik sehingga memberi dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perbaikan lingkungan di sekitarnya.

      Oleh karenanya, agar upaya tersebut bisa terlaksana maka kita membutuhkan peran orang dalam (ordal) untuk turut terlibat dalam gerakan atau aksi lingkungan ini.

      Peran ‘Ordal’ di Industri Manufaktur

      Sepuluh tahun lebih saya habiskan untuk menjalani karir sebagai pekerja di industri manufaktur. Sekitar 3,5 tahun saya bertugas sebagai inventory controller di perusahaan manufaktur kertas di Surabaya, dan selebihnya (sampai sekarang) saya jalani sebagai production planner di perusahaan manufaktur detergen di kawasan Tangerang.

      Di dua perusahaan tersebut peran saya sebenarnya serupa. Inventory controller merupakan bagian dari fungsi production planner juga. Pada lingkungan industri peran ini biasanya masuk ke dalam divisi PPIC (Production Planning & Inventory Control).

      Waktu sepuluh tahun yang saya untuk menjadi ordal di industri manufaktur ini membuat saya lebih memahami bahwa ada cukup banyak hal yang sekadar dpandang sebagai rutinitas dan prosedur formal namun sebenarnya memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan.

      Ketika saya mulai bertugas sebagai inventory controller hampir sedekade lalu, salah satu tugas saya adalah melakukan pengondisian stok untuk “Pallet” kayu. Pallet kayu ini merupakan bahan pendukung untuk pengemasan produk di perusahaan kertas. Terbuat dari lembaran kayu yang dirakit sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk papan.

      Contoh pallet kayu untuk pengemasan produk kertas duplex | Sumber gambar : sukamajumedan.web.indotrading.com

      Jumlahnya bisa mencapai ratusan papan setiap bulannya. Dengan variasi ukuran yang beragam. Seiring jumlah permintaan produk yang sangat banyak dan bervariasi, terkadang ada produk ukuran tertentu yang tidak tersedia palletnya. Sehingga perlu melakukan pembelian. Di sisi lain, produksi terkadang tidak bisa ditunda sehingga pallet seadanya dipergunakan.

      Tidak sinkronnya waktu antara kesanggupan vendor penyuplai pallet dengan kebutuhan pengiriman barang pada akhirnya melahirkan permasalahan baru dimana terdapat cukup banyak pallet yang nganggur, yang semakin menumpuk dan akhirnya berstatus slow moving atau death stock.

      Bagi sebuah industri manufaktur, status slow moving atau death stock ini sangat dihindari karena hanya mengakibatkan berhentinya aliran modal. Apabila sampai hal itu terjadi maka sebenarnya ada modal yang mengendap. Uang yang tidak berputar.

      Sehingga pada waktu itu saya membuat semacam rumusan perhitungan kombinasi ukuran yang paling mendekati untuk setiap kebutuhan produksi disandingkan dengan data stok pallet kayu slow moving / death stock yang tersedia di gudang. Misalnya, ketika ada produk yang membutuhkan pallet berukuran 80 x 120 cm, maka akan dilakukan search data stok dengan kombinasi ukuran +/- beberapa centimeter dari ukurang tersebut.

      Biasanya saya membatasinya dengan ukuran sekitar 3 cm dari ukuran asli. Sehingga ada kombinasi ukuran pallet mulai dari (77 cm – 83 cm) x (117 – 123 cm) yang bisa dicari dari data stok yang tersimpan di gudang. Apabila dalam rentang toleransi 3 cm tersebut tidak ditemukan atau jumlah unitnya masih kurang, biasanya saya memberikan kelonggaran toleransi tambahan namun dengan melalui pertimbangan dengan tim di lapangan.

      Alhamdulillah, berkat metode kombinasi ukuran pallet tersebut rencana pengadaan pallet baru kayu bisa ditekan seiring terjadi substitusi dengan stok yang tersedia di gudang. Dengan begitu maka kami bisa mengurasi pengadaan pallet kayu untuk setiap periodenya sehingga secara tidak langsung jumlah pohon yang ditebang pun bisa dikurangi.

      Green Planning

      Seorang production planner mampu memberikan pengaruh cukup besar dalam operasional sebuah industri. Saya mendapat kewenangan menginstruksikan sebuah produksi harus running atau berhenti. Tentu dalam beberapa kasus tertentu perlu konfirmasi dan persetujuan atasan.

      Namun, input-an informasi selalu bermula dari saya selaku planner terkait urgensitas sebuah jadwal produksi.

      Fungsi sebagai production planner  sekaligus sebagai inventory controller yang saya jalani di perusahaan manufaktur detergen saat ini memberi saya keleluasaan untuk melakukan pengaturan jadwal produksi.

      Secara umum, pertimbangan dalam menyusun perencanaan produksi ini adalah deadline atau tenggat waktu pengiriman atas order yang masuk ke perusahaan. Namun, terlepas dari hal itu sebenarnya setiap perencaan produksi yang dibuat memiliki konsekuensi terhadap produktivitas dan efisiensi sumber daya yang tersedia. Hal itu bisa terkait dengan energi ataupun material penunjang proses.

      Apabila perencanaan dibuat serampangan maka beberapa risiko seperti defect produk, overproduction, waiting,  inventory,  loss transportation, motion, dan overprocessing akan terjadi. Beberapa jenis pemborosan tersebut biasanya dikenal dengan istilah 7 (seven) waste didalam konsep lean manufacturing .

      Suatu ketika, saya sudah membuat rencana produksi untuk running dua hari kedepan. Sedangkan untuk hari ketiga seharusnya akan saya review keesokan harinya. Akan tetapi, ternyata esoknya saya jatuh sakit sehingga tidak bisa melakukan review.

      Akibatnya, terdapat lini produksi yang menganggur dan harus menunggu selama beberapa waktu karena peran tersebut harus saya wakilkan pengelolaannya.

      Contoh perencanaan produksi detergen harian | Sumber gambar : dokpri

      Padahal, mesin dalam kondisi stand by dan mengonsumsi listrik. Karena jikalau dimatikan risikonya lebih besar terkait waktu set up dan proses setting ulang. Sehingga, dengan keterlambatan perencaan produksi akan menimbulkan listrik terbuang percuma selama beberapa waktu.

      Bayangkan jika hal ini terjadi berulang, maka pemborosanakan semakin besar.

      Disamping itu, penyusunan jadwal produksi dengan frekuensi change over produk cukup tinggi juga akan meningkatkan potensi waste. Baik itu dari sisi waktu terbuang ataupun bertambahnya produk defect.

      Meningkatnya pemborosan sama artinya dengan makin banyaknya sumber daya yang tersia-sia. Dalam hal inilah green planning menjadi sesuatu yang penting untuk mengefisiensikan sumber daya perusahaan.

      Mekanisme Kontrol

      Saya membuat alat bantu khusus dalam menjalankan mekanisme kontrol seluruh aspek perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Sebuah perencanaan produksi yang dibuat secara berkelanjutan untuk satu periode tertentu serta mekanisme evaluasi per jam, harian, dan seterusnya.

      Contoh kontrol hasil produksi tiap shift | Sumber gambar : dokpri

      Pergerakan stok barang dipantau secara rutin untuk melihat tren pemakaian. Setiap penyimpangan akan segera ditndaklanjuti sehingga pada penghujung waktu tetap terkendali.

      Contoh kontrol persediaan material | Sumber gambar : dokpri

      Beberapa perusahaan umumnya sudah mempergunakan pemrograman sistem berbasis ERP atau Enterprises Reasources Planning untuk mengakomodasi penyusunan rencana produksi. Tapi ada juga yang masih menggunakan cara semi manual dengan Ms. Excel.

      Seiring mampu berjalannya peran PPIC secara optimal maka penggunaan sumber daya dalam tataran industri manufaktur akan lebih terkendali. Ketika langkah serupa juga dijalankan oleh perusahaan manufaktur lainnya maka hal itu akan memberi dampak signifikan terhadap upaya sustainable yang kita canangkan.

      By the way, setidaknya itulah yang bisa saya lakukan sebagai orang dalam di industri manufaktur ini sekarang.

      Maturnuwun,

      Agil Septiyan Habib

      NB : Artikel ini sudah dipublikasikan juga di platform kompasiana.com sebagai materi blog competition

      Literasi 250 Kata

      Wah.. Keren kamu gil udah bisa nerbitin tulisan di Jawa Pos.” Bunyi sebuah SMS yang dikirim oleh seorang sahabat pada tahun 2010 lalu ketika untuk pertama kalinya saya berhasil menulis artikel yang diterbitkan oleh salah satu media cetak ternama di Jawa Timur itu.

      Pada momen sekitaran semester 5 sewaktu kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Surabaya, saya memang mulai tertarik untuk menulis artikel dan mengirimkannya ke media. Hal itu mungkin terdorong oleh kebiasaan saya membaca koran setiap hari, karena kebetulan tempat kos saya waktu itu memang berlangganan surat kabar harian Jawa Pos.

      Budaya literasi perlu ditumbuhkan melalui beragam cara | Ilustrasi gambar : freepik.com / freepik

      Pada saat itu, umumnya berita olah raga menjadi favorit bacaan utama kami para penghuni kos yang kebanyakan mahasiswa, diikuti berita politik dan kemudian berita hiburan. Para penghuni kos biasa membacanya saling bergantian. Namun, ada satu rubrik lain yang cukup menarik perhatian saya waktu itu, yakni rubrik ‘Gagasan’.

      Rubrik ini bersebelahan dengan rubrik ‘Opini’ dimana para akademisi, praktisi, politisi, dan pakar-pakar dari berbagai bidang biasanya muncul untuk menuangkan pikirannya disana. Sedangkan rubrik ‘Gagasan’ adalah sebuah tulisan artikel 250 kata berisi curahan ide dan gagasan singkat mengenai berbagai hal yang dibuat oleh orang-orang dari berbagai latar belakang.

      Bagi saya yang masih sangat-sangat baru dalam kegiatan tulis-menulis kala itu rasanya cukup berat untuk bisa membuat tulisan opini sepanjang 500 kata sebagaimana disyaratkan oleh redaksi media. Terlebih tulisan pada rubrik opini tidak serta merta bisa ditulis ala kadarnya. Perlu dukungan sumber referensi akademik yang kuat sebagai dasar penulisan. Sesuatu yang bagi penulis pemula macam saya terasa cukup mengintimidasi.

      Jangankan untuk membuat tulisan opini bernas sepanjang 500 kata, untuk membuat tulisan pendek dan diksi yang lebih longgar saja rasanya sudah sangat memeras otak.

      Akhirnya, pilihan untuk membuat rangkaian tulisan 250 kata pada rubrik ‘Gagasan’ tersebutlah yang saya anggap lebih realistis dilakukan pada saat itu ketimbang harus menulis untuk rubrik opini. Meski sebenarnya tidak bisa dibilang mudah juga dalam merampungkan tulisan ‘Gagasan’, akan tetapi dengan kriteria penulisan lebih ringan hal itu bisa membuat saya lebih percaya diri untuk merampungkan setidaknya satu topik tulisan pada rubrik tersebut.

      Dan ketika artikel ‘Gagasan’ pertama saya yang berjudul ‘Tim Patroli Tabung Elpiji” berhasil terbit, hal itu cukup memantik rasa bahagia yang luar biasa. Sensasi kebanggaan bertebaran di dalam benak saya tatkala membaca koran pagi langganan dan melihat nama sendiri terpampang diantara sekian banyak tulisan di halaman koran.

      Kalau boleh jujur, suasananya kala itu terasa jauh lebih berharga ketimbang upah menulis yang saya dapatkan kemudian.

      Tulisan pertama itu seakan menjadi kran pembuka bagi tulisan-tulisan berikutnya. Karena beberapa kali kemudian tulisan ‘Gagasan’ saya ternyata berhasil terbit lagi di koran serupa.

      Pada umumnya setiap penulis hanya berkesempatan untuk diterbitkan tulisannya sekali saja dalam satu bulan. Mungkin karena alasan pemerataan dan lain sebagainya.

      Pernah beberapa kali saya mengirimkan tulisan artikel ‘Gagasan’ pada satu bulan yang sama, akan tetapi paling banter hanya terbit satu kali saja. Sehingga saya pun mencoba peruntungan untuk membuat tulisan artikel dengan mengatasnamakan saudara saya. Alhamdulillah berhasil terbit. Di kesempatan yang lainnya lagi saya membuat tulisan dengan mengatasnamakan teman kos, alhamdulillah terbit juga. He-he-he.

      Tapi memang dasar bukan rezeki, upah tulisan yang terbit atas nama orang lain tersebut karena satu dan lain hal ternyata tidak berhasil saya nikmati. Sedihnya..

      Meskipun begitu, berkat tulisan 250 kata itu saya justru menjadi semakin percaya diri untuk menghidupkan budaya literasi dalam keseharian sebagai mahasiswa pada masa itu dan untuk periode-periode berikutnya pasca lulus kuliah.

      Menulis dan membaca adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Saya merasakan betul hal itu. Terutama ketika tulisan yang saya hasilkan semakin banyak sampai membuat otak seakan kering ide. Mau menulis apa, hendak membahas hal apa, atau membicarakan sesuatu tentang apa rasanya semua buntu.

      Sehingga ketika saya sudah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, sebagian dari gaji pekerjaan tadi saya sisihkan untuk membeli buku. Toko buku Gramedia menjadi taman bermain yang menyenangkan untuk saya singgahi. Berjam-jam waktu bisa saya habiskan untuk berselancar melihat satu demi satu judul buku yang bertebaran di setiap rak.

      Bukan hanya menambah cakrawala bacaan, melihat pampangan buku karya para penulis semakin meneguhkan niat saya untuk bisa menghasilkan karya serupa. Menuliskan buku yang kelak bisa dibaca semua orang. Menghasilkan sebuah karya tulis yang bisa bersanding dengan karya-karya penulis lainnya.

      Kurang lebih dua tahun saya habiskan untuk merangkai kata demi kata dari sebuah buku yang pada tahun 2017 lalu berhasil saya publikasikan dengan judul “Powerful Life”. Meskipun baru bisa menerbitkannya secara indie, setidaknya hal itu sudah menjadi perwujudkan harapan saya sebelumnya yang memang ingin menerbitkan buku karya sendiri.

      Buku pertama saya yang terbit dengan judul “Powerful Life” | Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

      Selama prosesi penulisan dua tahun tersebut saya merasakan betul bahwasanya untuk menghasilkan sebuah tulisan tidak cukup hanya dengan mengamati sekitar. Perlu adanya referensi bacaan yang bisa meluaskan khasanah pemahaman. Disisi lain, untuk mendapatkan banyak buku bacaan tersebut tentu butuh biaya. Apalagi jika untuk memperolehnya harus melalui toko buku mentereng seperti Gramedia dan semacamnya.

      Sehingga pada waktu itu saya lebih banyak mendatangi toko buku bekas. Kebetulan, tidak begitu jauh dari tempat saya bekerja terdapat sebuah kawasan khusus buku bekas bernama “Kampung Ilmu” yang terletak di sekitar Jalan Semarang, Surabaya. Sebuah surga buku bekas dari berbagai genre yang jumlahnya bejibun dengan harga murah bisa ditemukan disana.

      Jelajah toko buku bekas juga sempat saya lakukan tatkala mengunjungi Kwitang, Jakarta Pusat, menjelang penghujung tahun 2016 lalu saat saya baru pertama kali hijrah ke Tangerang. Meskipun merantaunya ke Tangerang, tapi kenapa cari buku bekasnya di Kwitang? Iya, hitung-hitung mengunjungi ibukota sebelum pindah. He-he-he.

      Selama proses merampungkan buku “Powerful Life” tersebut saya seperti meninggalkan rutinitas menulis lainnya. Terutama menulis di blog komunitas yang sedari September 2015 saya ikuti.

      Mungkin ada yang sudah tidak asing dengan platform Kompasiana? Disanalah saya mengasah diri untuk menelurkan tulisan demi tulisan karena setelah lulus kuliah saya tidak berlangganan koran Jawa Pos lagi.

      Potret akun Kompasiana saya telah dibuat sejak 17 September 2015 | Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi

      Situasi tersebut pula yang mempersulit saya untuk memantau setiap artikel yang terbit manakala mengirimkan tulisan ke media. Karena belum tentu ketika suatu hari mengirimnkan tulisan maka keesokan harinya tulisan tersebut akan langsung dipublikasikan.

      Terkadang ada jeda waktu beberapa hari pasca tulisan dikirim hingga terbit. Bahkan untuk melihat tulisan kita gagal terbit juga mesti melihat fisik koran terbitan baru. Padahal saya tidak lagi membaca koran setiap hari layaknya dulu untuk memantau progres terbitnya artikel.

      Tak ayal situasi tersebut lambat laun membuat saya berhenti mengirimkan artikel ‘Gagasan’ ke Jawa Pos. Terlebih tidak lama berselang rubrik tersebut juga hilang seiring makin menurunnya oplah penjualan koran karena tergerus oleh media online.

      Mungkin salah saya juga karena tidak terlalu mengikuti perkembangan teknologi dan kurang aktif dalam melebarkan sayap kepenulisan melalui media online sementara disisi lain penetrasi internet semakin masif terjadi waktu itu. Ditambah fokus pada penuntasan buku sehingga seolah-olah menjauhkan saya dari ingar bingar literasi dunia maya.

      Pasca tuntasnya penulisan buku saya hal itu pun seperti membuka kembali jendela literasi yang tengah menggeliat pesat di jagad digital. Platform Kompasiana yang dulu tidak memberikan fee apapun kepada penulis sudah berubah memberikan reward finansial kepada para penulis yang memenuhi kriteria page view tertentu.

      Bahkan pada masa pandemi Covid-19 dalam sebulan saya berhasil meraup finasial hingga jutaan rupiah hasil dari mempublikasikan artikel di platform tersebut. Ditambah juga mengikuti ajang blog competition yang sebagian diantaranya juga memberikan keuntungan serupa.

      Belakangan, intensitas saya menulis di blog tersebut tidak lagi seaktif dulu. Dalam sebulan mungkin hanya membuat tiga sampai empat judul artikel berbanding dahulu yang hampir setiap hari melakukannya. Meskipun begitu, saya masih tetap aktif mengirimkan tulisan ke beberapa media lain seperti di Kumparan, Retizen, hingga detik.com.

      Terkhusus untuk menulis di kolom detik.com saya merasakan adanya tantangan tersendiri karena tidak setiap tulisan yang dikirimkan ke redaksi pasti akan dipublikasikan. Saya cukup sering mengalami penolakan dari redaksi. Tapi justru disitulah letak kesenangan utamanya. Yakni ketika tulisan kita berhasil diterbitkan oleh redaksi. Rasanya semenyenangkan dulu saat tulisan saya pertama kali terbit di Jawa Pos.

      Email penerbitan artikel ditolak dari detik.com| Sumber : Dokumentasi Pribadi

      Biarpun kali ini tidak ada fee atau upah yang saya dapat dari menulis di detik.com, akan tetapi justru banyak kepuasan yang saya peroleh disana. Karena mungkin perihal literasi ini tidaklah selalu berorientasi pada materi. Ada kepuasan hati yang lebih utama untuk dipenuhi.

      Email konfirmasi penerbitan artikel oleh detik.com | Sumber : Dokumentasi Pribadi

      Barangkali itu dulu ya kisah pengalaman saya terkait dengan literasi dan bagaimana saya sekarang cukup intens menggeluti bidang ini. Ada suatu hal menyenangkan yang sukar untuk diutarakan dan barangkali untuk memahaminya seseorang harus ikut terjun menekuninya secara langsung.

      Adakalanya untuk memberitahukan manisnya rasa gula kepada orang lain tidaklah cukup hanya dengan menceritakan bagaimana definisi dari rasa manis itu, melainkan seseorang harus mencicipinya secara langsung untuk mengetahui secara pasti sensasinya.

      ***

      Wah, tidak dinyana ternyata sudah seribu kata lebih saya menulis disini. Tapi, sebelum mengakhirinya saya ingin terlebih dahulu berbagi tips terkait bagaimana menghidupkan dan menumbuhkan budaya literasi untuk diri kita sendiri dan juga lingkungan sekitar.

      Budaya literasi merupakan salah satu tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Bangsa yang memiliki kadar literasi tinggi akan ikut terdorong maju dalam segala hal, mulai dari perekonomian, demokrasi, kehidupan sosial, dan lain sebagainya.

      Tapi, sayangnya, budaya literasi kita harus diakui masih belum terlalu menggembirakan. Sehingga diperlukan berbagai upaya untuk terus menumbuhkannya menjadi lebih baik lagi pada masa yang akan datang.

      Berikut ini adalah tiga tips untuk menumbuhkan budaya literasi berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami sedari awal mengenal dan semakin terbiasa dengan budaya literasi tersebut. Barangkali ini bisa menjadi referensi rujukan untuk mendekatkan literasi kepada semua orang.

      1. Menyediakan dan Mendekatkan Ruang Literasi Kepada Semua

        Saya merasa cukup beruntung karena saat kuliah dulu mendapat tempat kos yang berlangganan koran harian. Sehingga mau tidak mau, rutin ataupun jarang, sengaja atau tidak sengaja membuat saya terbiasa membaca berita. Mulai dari perkara yang ringan seperti olah raga sampai dengan politik penguasa.

        Bahkan dari sekian aktivitas baca yang kita lakukan akan tercipta suatu momen dimana kita tertarik pada sesuatu hal diantaranya dan kemudian memutuskan untuk menggali lebih jauh seperti halnya ketertarikan saya menulis di rubrik ‘Gagasan’ dan berlanjut dengan kegiatan menulis lain hingga sekarang.

        Andaikan dulu saya tidak tinggal di tempat kos tersebut barangkali saya tidak akan terlalu dekat dengan budaya literasi ini.

        Sehingga inilah yang perlu dilakukan oleh segenap kalangan pegiat literasi, yakni menyediakan serta mendekatkan ruang berikut fasilitas yang memungkinkan siapapun untuk bersentuhan dengan dunia literasi. Mungkin dengan menghadirkan ruang baca berisi bacaan lengkap di depan pusat perbelanjaan secara gratis atau di tempat-tempat umum lain dimana banyak khalayak berkumpul.

        Dengan begitu maka setiap orang mau tidak mau, sadar tidak sadar, dan langsung maupun tidak langsung telah melibatkan dirinya dengan budaya literasi.

        2. Memberi Stimulus Penggugah Minat

        Sebenarnya tidak serta merta saya dulu langsung ingin menulis di rubrik ‘Gagasan’ pasca melihat keberadaan rubrik tersebut di koran. Hal itu hadir ketika melihat ‘undangan’ dari redaksi yang mengajak para pembacanya untuk mengirimkan tulisan pada rubrik tersebut dimana untuk setiap tulisan yang berhasil terbit akan mendapatkan fee lumayan.

        Bagi anak kos yang tinggal jauh dari keluarga, kesempatan untuk mendapatkan uang tambahan jelas tidak boleh saya sia-siakan. Terlebih di kos-kosan waktu itu kami juga mulai berlangganan internet. Sehingga jika dapat honor menulis maka hal itu cukup membantu untuk membayar iulan bulanannya. He-he-he.

        Stimulus tersebut ternyata cukup ampuh untuk menggugah minat saya menulis. Bahkan beberapa teman di kampus waktu itu juga tidak sedikit yang ikut serta melakukan langkah serupa. Menulis sesuatu di rubrik ‘Gagasan’ guna menyampaikan isi pikirannya masing-masing.

        Barangkali stimulus bisa berwujud banyak hal. Tapi, pada prinsipnya hal itu harus cukup mampu menggugah hasrat seseorang untuk bergerak menuliskan karyanya. Minat setiap orang harus disentuh pada titik pusatnya sehingga semangat berliterasi akan hidup dengan sendirinya.

        3. Menghadirkan Ruang Tumbuh Kembang Budaya Literasi

        Di dalam syair lagu “Tombo Ati” Opick mengatakan bahwa obat hati yang ketiga adalah “Berkumpul dengan Orang Shaleh”. Dalam sebuah ungkapan kita juga pernah mendengar bahwa seseorang yang berbaur dengan tukang minyak wangi akan tertular wanginya.

        Dengan kata lain, budaya literasi pun membutuhkan keberadaan komunitas yang bisa merawat dan menjaga euforia literasi agar senantiasa berada pada level tinggi. Berbaur dengan para penulis lain sedikit banyak akan menjadikan kita tergerak untuk terus menghidupkan budaya literasi. Entah itu dalam konteks persaingan kompetisi ataupun bertukar gagasan dalam narasi tulisan.

        Bergabungnya saya pada platform Kompasiana saya akui merupakan bagian dari upaya ini. Bersua dengan penulis lain yang memiliki kesamaan visi misi di dunia literasi.

        Dan dewasa ini komunitas semacam ini sudah semakin banyak jumlahnya dan tersebar dimana-mana. Bukan hanya Kompasiana, ada juga kumparan, retizen, mojok, IDN, dan masih banyak lagi yang lainnya.

        Semakin kita berbaur dengan komunitas yang tepat maka hal itu akan membawa kita menuju situasi tumbuh kembang yang positif.

        Melalui ketiga hal tersebut diharapkan bisa memberikan kontribusi untuk semakin membumikan budaya literasi kepada semakin banyak orang sehingga semua pihak bisa memetik buah manis dari budaya literasi yang makin membumi dan dekat dengan gaya hidup kita sehari-hari.

        Maturnuwun,

        Agil Septiyan Habib

        Kesadaran Iklim, Akar Masalah Kepatuhan Pajak dan Kunci Stabilitas Ekonomi

        Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat populasi kendaraan bermotor tertinggi di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2022 terdapat  sekitar 125,3 juta unit sepeda motor; 17,2 juta unit mobil; 241 ribu unit bus; dan 5,5 juta unit truk  melaju di jalanan seluruh Indonesia.

        Tingginya kepemilikan kendaraan bermotor tersebut sebenarnya merepresentasikan ekonomi yang bertumbuh. Angka kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi adalah cerminan daya beli masyarakat yang tinggi.

        Jikalau ditarik garis lurus kondisi tersebut juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara melalui pembayaran pajak kendaraan. Hanya saja masih belum optimal seiring masih rendahnya kepatuhan para pemilik kendaraan bermotor dalam menunaikan kewajiban membayar pajak kendaraan sebagaimana termaktub dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

        Berdasarkan pantauan Jasa Raharja pada bulan Desember tahun 2022, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan hanya 56,24% saja. Sedangkan 43,76% sisanya masih abai. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan pajak hingga mencapai 120 triliun rupiah.

        Padahal, pajak kendaraan memiliki kontribusi signifikan dalam mengerek pendapatan pemerintah daerah yang terlihat dari data Badan Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia dimana Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)  menyumbang sekitar 67,79 triliun rupiah atau 47,33% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2020, dan 77,91 triliun rupiah atau 47,39% PAD tahun 2021.

        Rendahnya kepatuhan dalam membayar pajak ini menurut eks Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan (kurang tahu) masyarakat terhadap pengelolaan uang pajak akan dipakai untuk apa, dan diarahkan kemana.

        Jika merujuk pada penjelasan laman web salah satu pemerintah provinsi, hasil penerimaan dari pajak kendaraan bermotor ini minimal 10% dialokasikan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan peningkatan jalan, moda, serta sarana transportasi umum.

        Sedangkan selebihnya akan menjadi sumber pendanaan untuk program lain seperti layanan kesehatan, sektor pendidikan, hingga program khusus mengenai pelestarian lingkungan.

        Realitas sebagai salah satu negara dengan jumlah kendaraan bermotor terbesar di dunia mengharuskan kita sadar bahwa ada konsekuensi yang kita tanggung.

        Jumlah volume kendaraan yang cukup tinggi tidak dapat dipungkiri akan membuat jalanan makin padat. Jangankan kondisi macet, dalam situasi normal saja kendaraan bermotor sudah memproduksi emisi dalam jumlah besar mengingat ketergantungan kita yang cukup tinggi pada bahan bakar fosil.

        Tahun 2022, emisi karbon global menjadi yang tertinggi sejak 1900-an, menurut International Energy Agency (IEA) jumlahnya sudah mencapai 36,8 gigaton.

        Di Indonesia, sektor transportasi menyumbang 23% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dimana kendaraan bermotor menyumbangkan 80% diantaranya.

        Sementara itu, sudah bukan rahasia lagi bahwasanya perubahan iklim telah menjadi ancaman serius yang mengintai kita semua. Bahkan menurut daftar XDI atau Cross Dependency Initiative saat ini Indonesia menempati urutan 4 sebagai negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

        Kekhawatiran makin nyata apabila kita melihat rilis data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana telah terjadi kenaikan jumlah bencana alam sebesar 82% antara tahun 2010 sampai dengan 2022.

        Padahal, perubahan iklim bukan semata tentang alam yang berubah karena hal itu juga berdampak pada sektor ekonomi. Krisis iklim akan menambah beban ekonomi kita. Sektor pertanian kacau, sektor perikanan terpuruk, logistik terganggu, dan lain sebagainya.

        Selain itu, bencana kekeringan, banjir, dan sejenisnya juga bisa mengakibatkan kerugian finansial sangat besar sehingga perekonomian menjadi tidak stabil.

        Diperkirakan pada tahun 2050 mendatang Indonesia akan kehilangan 30-40% PDB gegara perubahan iklim ini. Bahkan tahun 2023 ini menkeu Sri Mulyani memperkirakan Indonesia mengalami kerugian cukup besar akibat krisis iklim yaitu mencapai 12,2 trilun rupiah.

        Dengan kata lain, permasalahan iklim akan sangat mengganggu stabilitas ekonomi negara kita yang oleh karena itu perlu menjadi perhatian semua pihak.

        Peran serta masyarakat sangatlah krusial dalam upaya penanggulangan iklim yang belakangan semakin pelik ini. Pemerintah tidak akan mampu berbuat banyak apabila masyarakatnya tidak ikut andil melaksanakan upaya pelestarian lingkungan.

        Sayangnya, kesadaran iklim orang Indonesia masih tergolong rendah. Ini terlihat dari hasil survei Remotivi pada Februari 2023 lalu dimana sekitar 63% responden menganggap bahwasanya krisis iklim tidaklah berbahaya. Sementara hanya 29% responden saja yang memiliki pengetahun cukup mengenai perubahan iklim.

        Sangat ironis sebenarnya mengingat krisis iklim yang jelas-jelas menjadi kekhawatiran publik dunia ternyata justru kita pandang sebelah mata saja.

        Kurangnya kesadaran terkait bahaya perubahan iklim yang berpadu dengan minimnya pengetahuan bahwasanya uang pajak kendaraan memiliki kontribusi terhadap upaya penanggulangan krisis iklim pada akhirnya membuat tingkat penerimaan pajak kendaraan bermotor di Indonesia rendah.

        Kesadaran iklim yang rendah memantik minimnya kepatuhan pembayar pajak karena ketidakpahaman mengenai urgensi dari pengalokasian dana pajak tersebut.

        Akibatnya, pelaksanaan program kerja seperti perawatan sarana moda transportasi menjadi kurang maksimal. Program-program lain yang berorientasi lingkungan pun jadi ikut dikesampingkan gegara minimnya dukungan anggaran.

        Padahal, perbaikan sarana dan prasarana transportasi serta program –program pro lingkungan tersebut adalah bagian dari upaya mereduksi emisi.

        Apabila seluruh pemilik kendaraan bermotor menganggap krisis iklim adalah isu yang krusial dan memerlukan partisipasi semua pihak, seharusnya kita sadar bahwa kontribusi tersebut bisa disalurkan melalui ketaatan dalam membayar pajak.

        Memang, sudah bukan rahasia lagi bahwasanya penanggulangan krisis iklim masih banyak menemui kendala terkait pendanaan.

        Wacana pemerintah untuk memungut pajak iklim secara khusus mungkin ide yang baik tetapi diragukan efektivitasnya. Resistensi masyarakat sangat mungkin terjadi seiring deretan kebutuhan hidup yang sudah menumpuk.

        Toh, ketika penerimaan pajak kendaraan bermotor bisa dioptimalkan sebenarnya hal itu sudah cukup memberi kontribusi pengalokasian anggaran pemerintah terhadap pelestarian lingkungan dan lain sebagainya.

        Ancaman besar yang mengintai terkait dengan krisis iklim memang begitu menakutkan sehingga segenap pemimpin dunia ikut urun rembuk memikirkan nasib bumi di masa depan. Padahal kita yang sebagian besar adalah rakyat jelata ini sebenarnya juga mampu berkontribusi melalui hal kecil dan sederhana.

        Kesadaran dan kepatuhan kita dalam membayar pajak kendaraan bermotor adalah langkah awal untuk ikut membantu merawat bumi yang kita tinggali ini. Dengan begitu bukan hanya bumi bisa diselamatkan, tetapi juga stabilitas ekonomi dapat terjaga.

        Maturnuwun,

        Agil Septiyan Habib

        Kebijakan Makroprudensial, Visi Indonesia Maju, dan Ekonomi Hijau

        Tahun 2045 akan menjadi momen penting bagi Bangsa Indonesia karena kita akan merayakan seratus tahun masa kemerdekaan. Periode panjang tersebut seharusnya memberikan cukup waktu kepada bangsa ini untuk mewujudkan visi Indonesia Maju sebagaimana dicita-citakan oleh para pemimpin bangsa terdahulu, terutama dalam hal kemajuan perekonomian.

        Namun, kita harus mengakui bahwa realisasi dari konsep tata tentrem kerta raharja atau negara yang tertib, damai, sejahtera, dan berkecukupan dalam segala hal ternyata masih jauh dari harapan.

        Data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2022 mencatat bahwa sekitar 9,57% atau 26,36 juta penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, dengan pendapatan per kapita hanya sekitar Rp 535.547 per bulan[1].

        Meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada tahun 2022 telah mencapai Rp 71 juta atau US$ 4.783,9, ternyata angka tersebut masih jauh dari standar PDB per kapita negara maju[2].

        Menurut Bank Dunia, untuk dikategorikan sebagai negara maju atau negara berpendapatan tinggi, PDB per kapita suatu negara harus di atas US$ 12.235[3]. Dengan kata lain, saat ini kita masih tertinggal hampir tiga kali lipat dari standar tersebut.

        Dalam situasi semacam ini, muncul pertanyaan apakah visi Indonesia Maju masih bisa tercapai pada tahun 2045 mendatang?

        Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu memeriksa antara realitas yang terjadi dan target yang sudah dicanangkan.

        Pertama, mari kita melihat target yang realistis antara waktu sekarang hingga menjelang tahun 2045.

        Melalui perhitungan pertumbuhan ekonomi tahunan berdasarkan PDB per kapita dari tahun ke tahun, kita dapat memperkirakan persentase pertumbuhan ekonomi yang diperlukan oleh Indonesia agar dapat mencapai target PDB per kapita pada tahun 2045.

        Rumusannya yaitu :

        Persentase Pertumbuhan Ekonomi Tahunan = [(Pendapatan per Kapita Tahun 2045 / Pendapatan per Kapita Tahun 2022)^(1/Jumlah Tahun)] – 1

        Dengan menggunakan rumus ini, kita dapat menghitung persentase pertumbuhan ekonomi tahunan yang diperlukan:

        Jumlah Tahun = 2045 – 2022 = 23.

        PDB per kapita 2022 = US$ 4.783,9

        Target PDB per kapita 2045 = US$ 12.235

        = [(US$ 12.235 / US$ 4.783,9)^(1/23)] – 1

        = [(2,5564)^(0,04348)] – 1

        = 1,0585 – 1

        = 0,0585

        Jadi, persentase pertumbuhan ekonomi tahunan yang diperlukan adalah sebesar 5,85% agar target PDB per kapita negara maju pada tahun 2045 tercapai.

        Persentase ini juga sejalan dengan pernyataan Direktur Lingkungan Hidup dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas, Bapak Medrilzam, dalam seminar “Transisi Ekonomi Hijau” di awal tahun 2022.

        Beliau menyatakan bahwa untuk mencapai PDB per kapita sebesar US$ 12.000 – US$ 13.000, Indonesia harus mencapai pertumbuhan ekonomi 6% per tahun[4].

        Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menurut BPS adalah sebesar 5,31%[2]. Meskipun angka ini lebih tinggi daripada tahun 2021 (3,70%), pencapaian tersebut masih belum memenuhi target 6% atau bahkan 5,85%.

        Dan untuk selanjutnya, kita perlu menaruh harapan tinggi pada sektor ekonomi keuangan hijau agar mampu mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari sekarang.

        Saat ini, ekonomi keuangan hijau semakin menjadi acuan dalam praktik keuangan negara-negara di seluruh dunia, terutama yang terlibat dalam kesepakatan Paris (Paris Agreement).

        Pemerintah Indonesia sendiri telah meluncurkan berbagai inisiatif dan stimulus ekonomi keuangan hijau, seperti program pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, pengurangan emisi karbon, dan penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam industri.

        Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat peraturan dan kebijakan yang mendukung sektor ekonomi hijau, memberikan insentif fiskal bagi investasi dalam sektor tersebut, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan kepada semua pihak.

        Indonesia memiliki potensi besar di sektor ekonomi hijau, seperti energi baru terbarukan (EBT) dengan potensi kelistrikan dari matahari mencapai 207,8 Giga Watt (GW), sumber daya air (75 GW), angin (60,6 GW), bioenergi (32,6 GW), panas bumi (23,9 GW), dan arus laut (17,9 GW)[5].

        Selain itu, potensi kredit karbon Indonesia mencapai 113,18 gigaton CO2e, yang dapat menghasilkan pendapatan sekitar US$ 565,9 miliar atau sekitar Rp 8.000 triliun melalui perdagangan karbon[6].

        Belum lagi sektor pertanian dan pariwisata ekologi yang juga memiliki potensi besar.

        Jika potensi ini dikelola dengan optimal akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 6% per tahun, menciptakan jutaan lapangan kerja baru, dan mengurangi miliaran ton emisi gas rumah kaca.

        Namun, potensi besar tersebut masih belum terberdayakan secara optimal karena adanya ketimpangan aliran investasi antara negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan negara-negara maju.

        Menurut Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, hanya satu per lima saja investasi energi hijau yang masuk ke negara berkembang. Selebihnya, masih dinikmati oleh negara-negara maju[7].

        Jika situasi ini dibiarkan berlanjut maka negara maju akan semakin maju sementara negara berkembang seperti Indonesia hanya akan jalan ditempat atau bahkan terpuruk pada suatu saat.

        Padahal, optimalisasi investasi di sektor ekonomi hijau inilah harapan terbesar kita untuk terus mengerek pertumbuhan ekonomi nasional sehingga mencapai target yang diinginkan.

        Maka, kegetolan pemerintah Indonesia dalam menarik minat investor memang cukup bisa dimaklumi.

        Misalnya rangkaian kunjungan dari beberapa elit negeri beberapa waktu lalu yang rela jauh-jauh mendatangi Elon Musk di Amerika Serikat dengan misi agar sang triliuner mau berinvestasi pabrik batreai dan atau mobil listrik di Indonesia. 

        Barangkali keberadaan undang-undang cipta kerja yang kontroversial juga menjadi salah satu regulasi andalan untuk mengupayakan masuknya aliran investasi pemodal asing ke dalam negeri.

        Bagaimanapun, faktor investasi ini bisa dibilang sangat krusial karena berperan besar membantu peningkatan lapangan kerja, mendorong produktivitas, dan memantik inovasi. Terutama investasi yang ditanam pada sektor-sektor strategis dan potensial.

        Dengan begitu maka pertumbuhan ekonomi yang dicita-citakan akan lebih mungkin terlaksana.

        Aktivitas-aktivitas yang bertujuan memutar roda perekonomian atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara apapun bentuknya tentu tidak bisa dibiarkan berjalan tanpa kendali.

        Stabilitas ekonomi juga perlu menjadi fokus utama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung oleh ekonomi hijau. Dalam hal ini, kebijakan makroprudensial memainkan peran strategis untuk meminimalkan risiko keuangan, menjaga stabilitas sistemik, dan mengendalikan risiko makro lainnya.

        Nicholas Stern dalam bukunya “The Economics of Climate Change: The Stern Review” menyatakan bahwa risiko finansial perlu dikelola oleh otoritas keuangan melalui kebijakan makroprudensial yang tepat.

        Saat ini, selama proses transisi dari ekonomi konvensional menuju ekonomi hijau, akan muncul tantangan dan risiko terkait dengan perubahan tersebut. Perubahan regulasi dari pro konvensional ke pro lingkungan dapat melahirkan risiko keuangan, mempengaruhi nilai aset dan kredit yang dimiliki oleh lembaga keuangan, serta menantang kredibilitas korporasi dan kesesuaian teknologi.

        Oleh karena itu, kerjasama antar lembaga keuangan, regulator, dan pemerintah diperlukan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan risiko lingkungan yang mungkin timbul.

        Sehingga proses transisi menuju kemajuan ekonomi sekaligus aktivitas ekonomi yang ramah emisi (net zero emission) bisa berjalan secara smooth dan nyaman bagi semua pihak.

        Dengan demikian, dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Maju tahun 2045, penting bagi pemerintah Indonesia untuk mendorong sektor ekonomi hijau, mengurangi risiko lingkungan, dan memperkuat kerjasama antara lembaga keuangan serta regulator.

        Upaya-upaya ini akan membantu mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, serta mewujudkan visi Indonesia sebagai negara yang tertib, damai, sejahtera, dan makmur bagi seluruh rakyatnya.

        Sementara disisi lain kita juga turut menyelamatkan nasib bumi beserta penghuninya seiring cara hidup yang menjadi lebih ramah lingkungan melalui praktik ekonomi hijau.

        Semoga.

        Agil Septiyan Habib

        Maturnuwun

        Refferensi :

        [1] https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/2015/persentase-penduduk-miskin-september-2022-naik-menjadi-9-57-persen.html

        [2] https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/02/06/1997/ekonomi-indonesia-tahun-2022-tumbuh-5-31-persen.html

        [3] https://www.cnbcindonesia.com/news/20230210070349-4-412644/pak-jokowi-lupakan-mimpi-ri-jadi-negara-maju?page=all

        [4] https://money.kompas.com/read/2022/01/06/172606926/investasi-hijau-ciptakan-44-juta-lapangan-kerja-baru-di-indonesia-pada-2030?page=all

        [5] https://www.kompas.id/baca/riset/2021/11/23/meneguhkan-komitmen-masa-depan-ekonomi-hijau

        [6] https://ekonomi.bisnis.com/read/20220315/9/1510884/indonesia-berpotensi-raup-pendapatan-rp8000-triliun-dari-perdagangan-karbon

        [7] https://mediaindonesia.com/ekonomi/504654/bahlil-ungkap-ada-ketimpangan-aliran-investasi-hijau

        Kesadaran Iklim, Akar Masalah Kepatuhan Pajak dan Kunci Stabilitas Ekonomi

        Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat populasi kendaraan bermotor tertinggi di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2022 terdapat  sekitar 125,3 juta unit sepeda motor; 17,2 juta unit mobil; 241 ribu unit bus; dan 5,5 juta unit truk  melaju di jalanan seluruh Indonesia.

        Tingginya kepemilikan kendaraan bermotor tersebut sebenarnya merepresentasikan ekonomi yang bertumbuh. Angka kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi adalah cerminan daya beli masyarakat yang tinggi.

        Jikalau ditarik garis lurus kondisi tersebut juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara melalui pembayaran pajak kendaraan. Hanya saja masih belum optimal seiring masih rendahnya kepatuhan para pemilik kendaraan bermotor dalam menunaikan kewajiban membayar pajak kendaraan sebagaimana termaktub dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

        Berdasarkan pantauan Jasa Raharja pada bulan Desember tahun 2022, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan hanya 56,24% saja. Sedangkan 43,76% sisanya masih abai. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan pajak hingga mencapai 120 triliun rupiah.

        Padahal, pajak kendaraan memiliki kontribusi signifikan dalam mengerek pendapatan pemerintah daerah yang terlihat dari data Badan Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia dimana Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)  menyumbang sekitar 67,79 triliun rupiah atau 47,33% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2020, dan 77,91 triliun rupiah atau 47,39% PAD tahun 2021.

        Rendahnya kepatuhan dalam membayar pajak ini menurut eks Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan (kurang tahu) masyarakat terhadap pengelolaan uang pajak akan dipakai untuk apa, dan diarahkan kemana.

        Jika merujuk pada penjelasan laman web salah satu pemerintah provinsi, hasil penerimaan dari pajak kendaraan bermotor ini minimal 10% dialokasikan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan peningkatan jalan, moda, serta sarana transportasi umum.

        Sedangkan selebihnya akan menjadi sumber pendanaan untuk program lain seperti layanan kesehatan, sektor pendidikan, hingga program khusus mengenai pelestarian lingkungan.

        Kepemilikan kendaraan bermotor perlu disertai dengan kesadaran iklim | Sumber gambar : pixabay.com / Ri_Ya

        Krisis Iklim dan Stabilitas Ekonomi

        Realitas sebagai salah satu negara dengan jumlah kendaraan bermotor terbesar di dunia mengharuskan kita sadar bahwa ada konsekuensi yang kita tanggung.

        Jumlah volume kendaraan yang cukup tinggi tidak dapat dipungkiri akan membuat jalanan makin padat. Jangankan kondisi macet, dalam situasi normal saja kendaraan bermotor sudah memproduksi emisi dalam jumlah besar mengingat ketergantungan kita yang cukup tinggi pada bahan bakar fosil.

        Tahun 2022, emisi karbon global menjadi yang tertinggi sejak 1900-an, menurut International Energy Agency (IEA) jumlahnya sudah mencapai 36,8 gigaton.

        Di Indonesia, sektor transportasi menyumbang 23% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dimana kendaraan bermotor menyumbangkan 80% diantaranya.

        Sementara itu, sudah bukan rahasia lagi bahwasanya perubahan iklim telah menjadi ancaman serius yang mengintai kita semua. Bahkan menurut daftar XDI atau Cross Dependency Initiative saat ini Indonesia menempati urutan 4 sebagai negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

        Kekhawatiran makin nyata apabila kita melihat rilis data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana telah terjadi kenaikan jumlah bencana alam sebesar 82% antara tahun 2010 sampai dengan 2022.

        Padahal, perubahan iklim bukan semata tentang alam yang berubah karena hal itu juga berdampak pada sektor ekonomi. Krisis iklim akan menambah beban ekonomi kita. Sektor pertanian kacau, sektor perikanan terpuruk, logistik terganggu, dan lain sebagainya.

        Selain itu, bencana kekeringan, banjir, dan sejenisnya juga bisa mengakibatkan kerugian finansial sangat besar sehingga perekonomian menjadi tidak stabil.

        Diperkirakan pada tahun 2050 mendatang Indonesia akan kehilangan 30-40% PDB gegara perubahan iklim ini. Bahkan tahun 2023 ini menkeu Sri Mulyani memperkirakan Indonesia mengalami kerugian cukup besar akibat krisis iklim yaitu mencapai 12,2 trilun rupiah.

        Dengan kata lain, permasalahan iklim akan sangat mengganggu stabilitas ekonomi negara kita yang oleh karena itu perlu menjadi perhatian semua pihak.

        Kesadaran Iklim Masyarakat

        Peran serta masyarakat sangatlah krusial dalam upaya penanggulangan iklim yang belakangan semakin pelik ini. Pemerintah tidak akan mampu berbuat banyak apabila masyarakatnya tidak ikut andil melaksanakan upaya pelestarian lingkungan.

        Sayangnya, kesadaran iklim orang Indonesia masih tergolong rendah. Ini terlihat dari hasil survei Remotivi pada Februari 2023 lalu dimana sekitar 63% responden menganggap bahwasanya krisis iklim tidaklah berbahaya. Sementara hanya 29% responden saja yang memiliki pengetahun cukup mengenai perubahan iklim.

        Sangat ironis sebenarnya mengingat krisis iklim yang jelas-jelas menjadi kekhawatiran publik dunia ternyata justru kita pandang sebelah mata saja.

        Kurangnya kesadaran terkait bahaya perubahan iklim yang berpadu dengan minimnya pengetahuan bahwasanya uang pajak kendaraan memiliki kontribusi terhadap upaya penanggulangan krisis iklim pada akhirnya membuat tingkat penerimaan pajak kendaraan bermotor di Indonesia rendah.

        Kesadaran iklim yang rendah memantik minimnya kepatuhan pembayar pajak karena ketidakpahaman mengenai urgensi dari pengalokasian dana pajak tersebut.

        Akibatnya, pelaksanaan program kerja seperti perawatan sarana moda transportasi menjadi kurang maksimal. Program-program lain yang berorientasi lingkungan pun jadi ikut dikesampingkan gegara minimnya dukungan anggaran.

        Padahal, perbaikan sarana dan prasarana transportasi serta program –program pro lingkungan tersebut adalah bagian dari upaya mereduksi emisi.

        Apabila seluruh pemilik kendaraan bermotor menganggap krisis iklim adalah isu yang krusial dan memerlukan partisipasi semua pihak, seharusnya kita sadar bahwa kontribusi tersebut bisa disalurkan melalui ketaatan dalam membayar pajak.

        Memang, sudah bukan rahasia lagi bahwasanya penanggulangan krisis iklim masih banyak menemui kendala terkait pendanaan.

        Wacana pemerintah untuk memungut pajak iklim secara khusus mungkin ide yang baik tetapi diragukan efektivitasnya. Resistensi masyarakat sangat mungkin terjadi seiring deretan kebutuhan hidup yang sudah menumpuk.

        Toh, ketika penerimaan pajak kendaraan bermotor bisa dioptimalkan sebenarnya hal itu sudah cukup memberi kontribusi pengalokasian anggaran pemerintah terhadap pelestarian lingkungan dan lain sebagainya.

        Ancaman besar yang mengintai terkait dengan krisis iklim memang begitu menakutkan sehingga segenap pemimpin dunia ikut urun rembuk memikirkan nasib bumi di masa depan. Padahal kita yang sebagian besar adalah rakyat jelata ini sebenarnya juga mampu berkontribusi melalui hal kecil dan sederhana.

        Kesadaran dan kepatuhan kita dalam membayar pajak kendaraan bermotor adalah langkah awal untuk ikut membantu merawat bumi yang kita tinggali ini. Dengan begitu bukan hanya bumi bisa diselamatkan, tetapi juga stabilitas ekonomi dapat terjaga.

        Maturnuwun,

        Agil Septiyan Habib

        5 Solusi Tabungan Syariah Online untuk Bloger Part Time

        Lihat tuh, anak Abi dua-duanya udah pada pinter jajan. Jadi, Abi harus lebih giat lagi ya cari uangnya. He-he-he.”  Goda istri saya suatu kali saat melihat dua putra kami yang sedang asyik melahap jajanan yang baru mereka beli.

        Memang, sebagai orang tua bisa melihat wajah riang anak-anak seiring keinginannya untuk jajan terwujud merupakan kegembiraan tak terkira.

        Meskipun di sisi lain hal itu juga berarti saya harus memutar otak untuk memastikannya bisa terlaksana.

        Bagi kalian yang sudah menjalani status sebagai seorang ayah tentu paham hal ini.

        Karena setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Cie.. Cie.. Yang belum nikah lagi gigitin jari nih ye.. He-he-he.

        Sabar ya.

        Tapi seriusan, dalam peran saya sebagai orang tua dorongan keinginan untuk memberi yang terbaik bagi keluarga itu memang sangatlah besar.

        Sehingga tatkala penghasilan rutin bulanan ternyata pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan, maka mencari penghasilan tambahan adalah opsi pasti yang harus dipilih.

        Asalkan halal tak jadi soal. Asalkan bisa nambah-nambah uang jajan anak dan belanja istri tak perlu lagi mikirin gengsi.

        Penghasilan Tambahan

        Zaman sekarang semua serba butuh uang. Sepakat?

        Iyalah sepakat. Masa beli jajan anak dan belanjain istri pakai daun pisang. Ya harus pakai duit dong.

        Tanpa bermaksud kufur nikmat atau mengingkari sumber penghasilan yang ada, punya penghasilan tambahan sepertinya menjadi sebuah keharusan untuk menunjang perekonomian keluarga di zaman sekarang.

        Satu profesi adakalanya tidak cukup. Terutama jika besaran pendapatannya hanya senilai upah minimun kabupaten dan provinsi atau bahkan lebih kecil dari itu.

        Sementara tanggungan pengeluarannya masih segede gaban.

        Bagaimanapun, profesi utama juga butuh sokongan.

        Apalagi menurut Grant Cardone, seorang miliarder dan pakar keuangan, agar status ekonomi membaik maka kita harus berfokus untuk meningkatkan sumber pendapatan.

        Dengan kata lain, kita mesti mencari penghasilan tambahan.

        Part Time Bloger

        Sebenarnya ada begitu banyak ruang kesempatan untuk bekerja paruh waktu di luar sana. Namun, permasalahannya tidak setiap orang bisa cocok dengan ragam profesi tersebut.

        Minat, waktu, dan jenis pekerjaan seringkali butuh penyesuaian. Bukan semata besaran penghasilan yang didapatkan.

        Dari sekian banyak peluang yang ada saya memilih profesi sampingan sebagai bloger part time.

        Karena rasanya menyenangkan sekali manakala bisa menulis dan berbagi konten tulisan di dunia maya melalui blog kepada banyak orang.

        Ditambah lagi kemudahan dalam hal membagi waktu antara pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan membuat saya semakin leluasa untuk berkarya.

        Bagi saya, memilih profesi bloger  ini sebenarnya lebih didasari oleh tiga pertimbangan, yaitu :

        #1. Kerja Sesuai Minat

        Saya menyukai pekerjaan utama saya sebagai engineer di sebuah perusahaan swasta. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada hasrat besar dalam diri saya untuk menggeluti dunia kepenulisan.

        Semenjak kuliah dulu saya memang cukup gemar menulis. Meskipun awalnya terdorong oleh kebutuhan juga sih.

        Tapi, lambat laun aktivitas itu semakin nyaman untuk dijalani. Bisa menuangkan gagasan pikiran atau kegelisahan yang terserak di sekitar.

        Apalagi sebagai seorang introvert, membuat sebuah karya tulis adalah sebuah jalan berekspresi yang paling memungkinkan.

        #2. Sedekah Ide

        Anthony Robbin pernah mengatakan bahwa rahasia kebahagiaan adalah memberi. Berbagi dengan orang lain.

        Adakalanya berbagi tidak semata harus dengan uang ataupun barang-barang berharga yang serupa dengan hal itu.

        Sebuah ide terkadang diperlukan oleh banyak orang. Dimana melalui jalan inilah saya memutuskan untuk mengambil peran.

        Berbagi pun bisa dengan ide. Menularkan gagasan dan membagi pikiran kepada orang lain sehingga mereka menjadi terinspirasi dan memperoleh solusi atas permasalahan yang mereka hadapi.

        #3. Unlimited Reward

        Nah, salah satu alasan pragmatis yang paling mengilhami saya untuk menjadi bloger adalah hal ini. Reward, atau hadiah. Khususnya yang terkait dengan hadiah finansial.

        By the way, ada banyak sekali peluang untuk meraup pundi-pundi rupiah dari aktivitas menulis jika kita tekun mencari.

        Saya beberapa kali mengikuti blog competition dan sebagian diantaranya berhasil meraih juara. Alhamdulillah dapat cuan.

        Kadang-kadang ada juga tawaran menulis dari blog komunitas untuk membuat konten tertentu dengan imbalan yang lumayan.

        Kalau mau diceritakan terkait reward ini sebenarnya masih ada banyak lagi kesempatan yang hadir. Mungkin bisa dibilang unlimited. Tergantung kita mau bergerak atau tidak.

        ***

        Ingat, kalau sudah berbicara tentang penghasilan tambahan dan hadiah-hadiah uang, pastinya tidak boleh sembarangan disimpan dong. Apalagi kalau sampai dihabiskan untuk foya-foya.

        Perlu adanya pengelolaan dari setiap penghasilan yang didapat.

        Kalau saya pribadi sih lebih senang untuk memisahkan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan reguler sebagai karyawan dan penghasilan dari aktivitas nge-blog.

        Yang pasti saya tidak ingin menyimpannya dibawah bantal. Takut diambil tuyul. He-he-he.

        Dan terkait ini saya merasa butuh rekening baru dan terpisah dari rekening yang biasa saya pakai untuk menerima gaji bulanan.

        Tantangan Membuka Rekening Tabungan

        Saya sudah beberapa kali membuat rekening tabungan di beberapa bank. Dan umumnya semua mengharuskan saya untuk datang langsung ke kantor cabang.

        Pernah suatu ketika saya ditolak untuk membuka rekening di salah satu bank karena alamat di KTP saya berasal dari luar daerah tempat kantor cabang bank tersebut beroperasi.

        Agar saya tetap bisa membuka rekening tabungan, solusinya hanya tiga waktu itu.

        Pertama, mengganti alamat di KTP agar satu wilayah dengan kantor bank.

        Kedua, mendatangi kantor cabang yang sesuai domisili di KTP.

        Ketiga, meminta surat pengantar dari perusahaan tempat kerja yang sewilayah dengan kantor cabang tersebut.

        Karena ribet kalau harus memilih opsi pertama dan kedua, maka saya pun memilih opsi ketiga. Padahal urusannya waktu itu sama sekali tidak berkaitan dengan pekerjaan.

        Saya membuka rekening dengan maksud untuk mencairkan uang hadiah dari kompetisi blog yang saya ikuti.

        Agak segan juga sih waktu memintanya. Tetapi, beruntung bagian personalia masih mengizinkan. Meski harus sedikit cincai dan lobi-lobi ke atasan.

        M-Syariah Solusi Nabung Online Berkah

        Sudah cukup lama saya memendam keinginan untuk memiliki sebuah rekening tabungan yang bukan dari bank konvensional alias tabungan syariah.

        Alasannya idealis saja sebenarnya, yakni ingin benar-benar terhindar dari setiap potensi riba.

        Iya, meskipun wawasan agama saya masih cetek tapi dari beberapa kajian yang saya ikuti hampir semuanya mendorong untuk menjauh dari segala hal yang berpotensi mengandung riba ini.

        Hanya saja kendalanya itu tadi seperti yang sudah saya ceritakan. Mesti datang ke kantor cabang lah, harus urus surat pengantar lah, dan sebagainya.

        Menurut saya, disamping ribet, datang ke kantor bank itu butuh effort waktu ,tenaga, dan bakso satu mangkok. He-he-he.

        Dan juga sebagai karyawan yang harus bekerja dari pagi hingga sore, kapan saya ada waktunya?

        Mau izin kerja demi mengurus pembukaan rekening baru kok rasanya sayang waktu.

        Alhasil, keinginan untuk memiliki tabungan syariah itupun mesti ditunda sementara waktu.

        Sehingga ketika beberapa waktu lalu melakukan scrolling instagram dan mendapati kesempatan membuka rekening tabungan di Bank Mega Syariah via online maka saya bersyukur sekali.

        Tanpa ba-bi-bu saya  langsung DM saja ke akun instagram @bankmegasyariah untuk memastikan apakah bisa membuka rekening tabungan secara online atau tidak.

        Alhamdulillah memang bisa. Oleh admin saya pun diarahkan untuk meng-install aplikasi M-Syariah dan melakukan prosesinya disana.

        Konfirmasi untuk buka rekening via online | Sumber : dokpri

        Tapi, sebelum saya sharing langkah-langkah dalam membuat rekening dan menabung di M-Syariah, saya mau kasih tahu lima hal ini dulu agar kamu tahu solusi apa saja yang nanti kamu dapatkan manakala sudah membuat rekening tabungan syariah online.

        Saya tidak ingin kamu seperti membeli kucing dalam karung atau sekedar ikut-ikutan tanpa tahu faedahnya.

        So, dengan menabung di M-Syariah setidaknya kamu akan mendapatkan 5 solusi ini :

        #1. Buka Rekening Lebih Mudah

        Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, membuka rekening tabungan yang harus mempersiapkan berkas ini itu atau harus mendatangi kantor cabang sangatlah ribet bagi orang-orang seperti saya.

        Sementara dengan M-Syariah kita jauh lebih dimudahkan.

        Sewaktu mengurus pembuatan rekening tabungan syariah beberapa waktu lalu saya hanya perlu menyiapkan KTP. Iya, cuma KTP.

        Kemudian saya diminta melakukan verifikasi data dalam tiga tahapan saja. Foto KTP. Foto selfie bareng KTP. Tanda tangan digital.

        Sudah. Beres.

        Tidak perlu panas-panasan datang ke kantor cabang. Tidak usah meminta izin dari tempat kerja. Cukup mengurusnya secara online. Itupun hanya beberapa menit saja.

        #2. Berkah Bebas Riba

        Kelebihan utama tabungan syariah tidak bisa dipungkiri adalah terbebasnya dari unsur riba. Sehingga setiap muslim yang ingin menjalankan agamanya secara kaffah pasti akan sumringah.

        Sebagai kepala keluarga tentu saya ingin agar rezeki yang dipakai untuk menafkahi keluarga penuh dengan keberkahan.

        Saya pun berharap bahwa penghasilan yang saya peroleh dari profesi sebagai bloger ini bisa semakin berkah seiring saya menyimpannya di tabungan syariah.

        #3. Bebas Setoran Awal

        Sudah punya pengalaman membuka rekening tabungan, kan? Apakah kamu pernah diminta untuk menyerahkan setoran awal?

        Biasanya sih untuk mengaktivasi rekening kita mesti mengisi uang beberapa ratus ribu dan setelah aktif boleh ditarik kembali sebagian jumlahnya.

        Tapi tidak boleh ditarik semuanya, harus ada yang disisakan. Jumlahnya bervariasi. Tergantung kebijakan masing-masing bank.

        Nah, sewaktu membuat rekening tabungan syariah di M-Syariah ini saya samasekali terhindar dari semua itu.

        Semuanya gratis-tis. Saldo awal memang nol rupiah. Tapi rekening saya masih bisa aktif.

        Gampangnya, meski tidak punya uang sepeserpun saya masih bisa membuat rekening tabungan di M-Syariah.

        #4. Biaya Admin Bulanan Murah

        Menabung di M-Syariah biaya admin bulanannya relatif murah.

        Sebel juga kan rasanya kalau uang yang niatnya kita simpan justru berkurang dari waktu ke waktu tanpa kita mengambilnya.

        Iya, biaya admin bulanan layaknya bocor alus yang perlahan mengurangi isi tabungan. Apalagi kalau bocornya besar. Tentu saja hal itu membuat kita tidak nyaman.

        Kalau uang tabungan dibiarkan di bank tapi masih berkurang signifikan, bukankah lebih enak disimpan didalam celengan saja ya?

        #5. Bisa Nabung Kapan Saja dan Dimana Saja

        Sudah bukan zamannya lagi menabung harus bawa buku tabungan, kan? Semua pencatatan seharusnya sudah bisa diakomodasi oleh smartphone dan aplikasi digital.

        Menabung di M-Syariah pun demikian. Kita bisa kapan dan dimana saja melakukan setoran tabungan.

        Setelah honor menulis cair atau baru dapat transferan menang lomba uangnya bisa langsung kita pindahkan ke rekening tabungan syariah. Cepat. Mudah.

        Tinggal cari orderan lainnya lagi dari nge-blog untuk menambah pundi-pundi rupiah.

        Oke. Itu dia lima solusi yang bakalan kamu dapat dari menabung di M-Syariah. Bagaimana menurutmu? Menarik, bukan?

        Terutama bagi kamu yang menjalankan profesi sampingan sebagai bloger part time seperti saya.

        Kamu pasti butuh dukungan memadai untuk mengelola hasil jerih payahmu nge-blog. Yakni sebuah tabungan yang aman, praktis, dan tentunya berkah.

        Dan satu lagi, di aplikasi M-Syariah ini ada fitur Islam yang pastinya bermanfaat banget lho. Disana ada hitung mundur waktu sholat, dan yang lainnya.

        Jadi, saat kita sedang asyik nge-blog masih ada yang ngingetin tibanya waktu sholat.

        Kalau tabungannya sudah syariah, jangan lupa sholatnya tetap dijaga ya. Bisa?

        3 Langkah Mudah Nabung Pakai M-Syariah

        Akhirnya yang kamu tunggu-tunggu datang juga nih. Eng-ing-eng. Langkah-langkah menabung di M-Syariah.

        Langkahnya tidak banyak. Hanya tiga saja. Singkat, padat, jelas.

        Langkah Pertama

        Install dulu aplikasi M-Syariah dari google play atau App store di smartphone milikmu. Jangan salah download  ya. Dan ingat, jangan pakai hape teman untuk meng-install-nya.

        Aplikasi M-Syariah

        Langkah Kedua

        Registrasi data diri sesuai KTP ya. Kemudian lakukan verifikasi identitas dalam tiga tahapan, foto KTP, selfie bareng KTP, dan tanda tangan.

        Proses registrasi dan verifikasi

        Langkah Ketiga

        Kalau sudah melakukan verifikasi data maka rekening tabungan syariah kamu sudah aktif. Eits, tapi sabar dulu. Jangan buru-buru dipakai transaksi.

        Kalau buka rekening tabungan syariah via online ini rekeningnya baru bisa dipakai transaksi sekitar 2 x 24 jam kemudian ya. Baru deh setelah itu kamu bisa mulai menabung.

        Akun rekening tabungan syariah (M-Syariah) saya

        Nah, itu dia beberapa hal yang ingin saya bagikan khususnya buat kamu yang memang memilih untuk menjalani pekerjaan sampingan sebagai bloger part time seperti saya. Simpel banget, kan?

        Adakalanya kita tidak hanya berfokus bagaimana cara mencari dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Tetapi juga bagaimana menyimpan dan mengelolanya secara bijak dan berkah.

        Kalau kamu memang tipe orang yang tidak mau ribet dan ingin semua dilakukan serba cepat saya kira sekaranglah waktunya bagimu untuk memulai langkah pertama.

        Install M-Syariah, mulai menabung di tabungan syariah, dan nikmati apa yang terjadi selanjutnya.

        Sekadar ingin ngasih tahu, semisal masih ada yang ingin kamu tanyakan bisa tulis di komentar ya. InsyaAllah saya bantu semampu saya.

        Kamu juga bisa DM admin M-Syariah  di instagram @bankmegasyariah atau telepon di nomor 021-2985-2222.

        Let’s enjoy it.

        Maturnuwun,

        Agil Septiyan Habib