Siapa yang tidak senang melihat penjualan produknya meledak? Terutama para pelaku bisnis. Banjir omset dan profit bejibun akan segera masuk ke kantong. Bahkan kalaupun ledakan penjualan tersebut baru terjadi di akhir bulan atau pada detik-detik akhir menjelang tutup buku bulanan, hal itu tetaplah menggembirakan.
Bagi pebisnis, tidak masalah kapan saja ledakan penjualan terjadi asalkan produk selama mereka bisa mendatangkan pundi-pundi uang. Begitupun dengan tenaga penjualan, selama target omset mereka dari perusahaan bisa terpenuhi, maka penjualan di penghujung waktu pun tetap akan diburu.
Akan tetapi, lain halnya dengan rekan-rekan yang bertugas di bagian operasional atau penyedia produk yang hendak dijual tersebut. Mereka bisa jadi akan pontang-panting untuk memenuhi permintaan ini dan itu.
Disatu sisi mereka harus memastikan semua permintaan barang untuk dijual bisa dipenuhi, namun disisi lain mereka juga dibebani tanggung jawab untuk melaksanakan efisiensi.
Menghadapi Ketidakseimbangan Produksi dan Penjualan
Ketika ledakan penjualan terjadi dengan jangka waktu yang cukup singkat, tentu hal itu akan mengganggu keseimbangan di lini produksi barang. Terlebih ketika volume penjualan lebih besar ketimbang volume produksinya.
Bukan tidak mungkin aspek efisiensi akan dikorbankan demi ambisi untuk meraup omset setinggi mungkin dari penjualan. Namun, apakah itu sepadan?
Bagaimanapun, sebuah bisnis adalah tentang profit. Bukan tentang omset, atau sekadar urusan efisiensi. Percuma saja omset besar tapi ternyata rugi. Percuma saja efisiensi tinggi tapi tidak membuahkan keuntungan.
Profit sendiri adalah tentang selisih antara omset penjualan dengan biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan barang atau produk yang dijual tersebut. Apabila omset penjualan tinggi dan biaya operasionalnya rendah maka otomatis margin keuntungan yang diperoleh juga semakin besar. Begitupun sebaliknya.
Dengan kata lain, perlu terjadi sinkronisasi antara memaksimalkan penjualan dan mengefisiensikan penyiapan barang. Sehingga keuntungan bisnis bisa dimaksimalkan.
Pentingnya ‘Feeling’ dalam Perencanaan Produksi untuk Menangani Penjualan Akhir Bulan
Penjualan memang seringkali sukar diprediksi. Namun, ketika ledakan penjualan “hanya” terjadi setiap kali akhir bulan datang tentu ada yang salah disana. Entah karena kurangnya effort untuk memasarkan produk, atau barangkali ada kendala teknis lain yang mesti diselesaikan seperti produk sering kosong diawal dan pertengahan bulan, ekspedisi pengiriman yang baru siap ketika akhir bulan menjelang, dan lain sebagainya.
Penuntasan masalah ini harus dilihat secara menyeluruh. Khususnya oleh tim Perencanaan Produksi dan Pengendalian Inventori (PPIC) yang harus lebih intensif memeriksa tren pergerakan barang, utamanya pengeluaran barang untuk penjualan, dan potensi peningkatan pesat beban produksi pada akhir periode.
PPIC tidak bisa mencampuri ranah penjualan. Paling banter mungkin hanya menggerutu atau mengkritik tim pelaksana yang bertugas disana. Dengan kata lain, PPIC harus fokus dengan cakupan tugas dan wewenangnya. Yakni mengelola persediaan dan mempersiapkan perencanaan produksi sehingga siap sedia kapanpun dibutuhkan.
Membaca tren terdahulu mungkin bisa menjadi referensi berharga, meskipun tidak bisa dijadikan sebagai pedoman utama. Terkadang ada feeling yang dimainkan disini. Prosedur perencanaan yang mungkin sudah dibakukan belum tentu mampu melihat dan memprediksi masa depan seakurat feeling tim PPIC yang memiliki pengalaman cukup panjang.
Bahkan seorang Waren Buffet pun mengandalkan nalurinya untuk menebak pergerakan investasi portofolio saham-sahamnya. Kapan ia harus mengambil, dan kapan harus melepasnya.
Sayangnya, untuk menjadi Warren Buffet butuh waktu lebih dari hitungan jam ataupun hari. Diperlukan masa pengalaman bertahun-tahun lamanya untuk mengasah feeling sehingga bisa memperkirakan keadaan yang terjadi berikutnya.
Tapi, bagaimanapun, setinggi apapun jam terbang tetaplah dimulai dari langkah pertama dan terus menerus diasah. Seperti kata Anthony Robbin, repetisi adalah ibu dari segala pengetahuan. Seorang Warren Buffet pasti sudah melalui beragam situasi dan kondisi di pasar saham sehingga menjadi seperti sekarang. Begitupun pakar keahlian yang lain pastilah melakukan hal serupa.
Dalam konteks mengelola perencanaan produksi, proses berulang yang terjadi dari waktu ke waktu dengan segala dinamikanya pasti akan memberikan peningkatan kemampuan bagi pelakunya. Tentu dengan catatan bahwa selalu ada mekanisme evaluasi, feedback, dan terus melakukan perbaikan berkelanjutan. Salah satunya dengan menambah referensi bacaan terkait ranah tugas yang dikerjakan.
Maturnuwun,
Agil Septiyan Habib