Antara Marketing dan  Production Planning untuk Bisnis Sustain

Marketing merupakan ujung tombak bagi sebuah bisnis, sepakat? Dan sepertinya hal itu memang tidak perlu disangkal. Tanpa marketing, kecil kemungkinan bisnis akan meraih penghasilan. Tanpa penghasilan, bisnis tidak akan bisa dilanjutkan. Betul ? Jika tanpa production planning ?

Mengingat begitu vitalnya peran marketing bagi bisnis maka tidak sedikit pelatihan, seminar, ataupun pendidikan kilat yang menawarkan strategi khusus mengelola ranah ini. Dengan iming-iming besar bahwa penjualan akan melesat dan omset meningkat pesat.

Marketing dan production planning harus disinergikan untuk menciptakan bisnis yang sustain | Ilustrasi gambar : pixabay.com / Campaign_Creators

Tips dan kiat khusus diperagakan untuk menyasar setiap target yang ditetapkan dalam berbagai metode ajar. Mulai dari mengenali karakteristik psikologi manusia sebagai elemen utama pasar, sampai dengan penggunaan alat bantu teknologi guna memaksimalkan strategi pra dan purna jual.

Apabila kuantitas penjualan bisa ditingkatkan dari pencapaian sebelumnya maka itu merupakan pertanda bahwa upaya  yang ditempuh telah membuahkan hasil. Semakin pesat peningkatannya maka semakin baik.

Jumlah konsumen bertambah. Repeat order meningkat. Jumlah reseller berlipat-lipat. Singkat kata, upaya marketing telah mencapai tujuan awalnya.

Tapi, tunggu dulu. Dari semua omset penjualan yang didapatkan, berapa persennya yang bisa dikonversi menjadi keuntungan bersih? Berapa besar beban biaya yang mesti ditanggung dari total pendapatan bisnis pada kurun waktu tertentu?

Kita semua sepakat bahwa bisnis dibangun tidak hanya untuk bertahan satu hari saja, satu tahun saja, atau beberapa tahun saja. Melainkan selama mungkin. Bahkan kalau bisa hingga lintas generasi secara turun-temurun.

Agar hal itu dapat terlaksana tentu setiap unit bisnis harus memiliki kemampuan untuk bertahan mengarungi persaingan melintasi tantangan zaman. Dengan kata lain, bisnis harus sustain.

Merencanakan Beban Biaya

Salah satu potensi ancaman yang dapat menggerus potensi profit dari sebuah bisnis adalah beban biaya yang tak terkendali. Agar ancaman tersebut tidak sampai terjadi maka kita perlu melakukan langkah antisipasi.

Sebagaimana kita tahu bahwa cara terbaik untuk mengendalikan masa depan adalah dengan merencanakannya. Apa yang hendak diperbuat dalam bisnis haruslah melalui perencanaan yang matang. Bukan langkah sembrono yang tidak ditelaah dampak risikonya.

Sama halnya dengan aspek beban biaya pun juga perlu dibuatkan rencana yang memadai. Baik itu rencana biaya dalam artian alokasi pembiayaan untuk keseluruhan aktivitas bisnis ataupun yang secara spesifik menyasar ranah operasional sebagai penopang utama dalam menghasilkan produk.

Dalam hal ini kita akan coba membatasi ruang lingkupnya pada tataran aktivitas operasionalnya dulu dan bagaimana peran rencana produksi atau perencanaan produksi (production planning) dalam mengefisiensikan beban biaya inti.

Rencana produksi memang tidak secara langsung membuatkan kalkulasi beban biaya yang harus ditanggung sebuah bisnis. Hanya saja, rencana produksi akan cukup berperan dalam mengatur aktivitas produksi sehingga lebih ramah terhadap pembiayaan.

Semakin baik rencana produksi dirumuskan maka eksekusinya akan semakin mudah guna mencapai target operasional dari sisi ketepatan waktu produksi serta efisiensi biaya produksi. Demikian pula sebaliknya.

Harmoni Operasional

Dalam sejarah awal berdirinya McDonald (McD), speedy system menjadi kunci dari cara kerja restoran cepat saji ini melayani pelanggan. Speedy system  melahirkan sebuah harmoni kerjasama antar bagian di dapur yang membuat burger, kentang goreng, dan milkshake sehingga memungkinkan produk tersebut langsung tersedia untuk pelanggan tidak sampai satu menit sejak pesanan dilakukan.

Situasi serupa bisa menjadi gambaran tentang peran production planning yang memungkinkan terjadi harmoni kerja antar beberapa bagian yang turut menopang penciptaan sebuah produk sehingga berjalan secara selaras, efektif, dan efisien.

Harmoni operasional semacam inilah yang secara tidak langsung menjadikan beban biaya bisa ditekan seiring optimalisasi proses berhasil dilakukan, downtime berhasil ditekan.

Antara “marketing” dan “production planning” ternyata harus saling berkolaborasi satu dengan yang lain supaya tujuan besar bisnis untuk mengoptimalkan raihan profit dapat tercapai secara optimal.

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib

NB : Anda juga bisa menemukan tulisan kami yang lainnya disini.